Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi: Penerapan Pidana Mati Meningkatkan Kekerasan di Masyarakat

Kompas.com - 07/05/2018, 21:14 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, berpendapat bahwa penerapan hukuman mati dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) justru akan meningkatkan tindak kekerasan di masyarakat.

Menurut Agustinus, dengan adanya ketentuan pidana mati, negara justru telah mengajarkan pada masyarakat bahwa orang yang melakukan kejahatan bisa diambil nyawanya.

Oleh sebab itu, ia tak sepakat jika pemerintah masih menerapkan hukuman mati meski dalam RKUHP dikategorikan sebagai pidana alternatif.

"Ada satu teori yang mengatakan bahwa pidana mati sebetulnya negara mengajarkan kepada masyarakat bahwa orang yang melakukan kejahatan bisa diambil nyawanya. Justru mendorong peningkatan kekerasan di tengah masyarakat," ujar Agustinus dalam sebuah diskusi bertajuk 'Membedah Konstruksi Pengaturan Buku I Rancangan KUHP' di Kampus Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).

Baca juga : ICJR Nilai Rancangan KUHP Memuat Aturan Legalisasi Judi

Selain itu, Agustinus juga merujuk sebuah hasil penelitian di Amerika Serikat. Hasil penitian tersebut menyatakan, setelah pidana mati dilaksanakan, angka kejahatan terkait pembunuhan malah meningkat.

Di sisi lain, hasil penelitian itu juga menyebutkan ada puluhan orang di AS yang sudah dieksekusi mati, namun ternyata keesokan harinya diketahui bahwa putusan itu keliru.

"Buat saya pidana mati tidak pernah bisa membuktikan keberhasilannya. Orang kan hanya mengasumsikan, semakin berat pidana maka semakin akan menjerakan," kata Agustinus.

Belakangan, penerapan hukuman mati sebagai pidana alternatif memicu kritik dari kalangan masyarakat sipil dan aktivis HAM.

Baca juga : Kronik KUHP: Seabad di Bawah Bayang Hukum Kolonial

Pasal 73 draf RKUHP per 2 Februari 2018 menyatakan pidana mati diancamkan secara alternatif terhadap tindak pidana yang bersifat khusus.

Mereka memandang, meskipun hukuman mati ditempatkan sebagai pidana yang bersifat khusus, namun esensinya tetap ada sebagai sebagai pidana pokok.

Di sisi lain, ketentuan pidana mati dalam RKUHP dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan HAM internasional. Indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional tentang hak sipil dan politik.

Dalam konvenan tersebut dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi. Kemudian Indonesia meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.

Selain melanggar konvenan internasional, penerapan hukuman mati juga melanggar pasal 28 UUD 1946 dan UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 28A UUD 1945 menyebutkan, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Kompas TV Pengesahan RKUHP ditunda dalam rapat paripurna DPR hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com