JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menilai, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah salah sejak awal kelahirannya sebagai organisasi massa.
Harusnya, menurut Hakim, HTI mendaftarkan diri sebagai partai politik karena mempunyai tujuan politik.
"Hizbut Tahrir bukan jaringan kelompok, melainkan partai politik dunia, global political party, yang dapat dibuktikan dalam buku-buku rujukannya," kata hakim anggota Roni Erry Saputro dalam sidang putusan di PTUN, Jakarta Timur, Senin (7/5/2018).
Baca juga : PTUN Tolak Gugatan HTI
Ia menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi dan ahli serta bukti yang dihadirkan di persidangan, HTI sama dengan Hizbut Tahrir yang ada di seluruh dunia.
Mereka sama-sama memperjuangkan dan menegakkan Khilafah Islamiyah yang bersifat global.
Meski demikian, berbeda dengan di negara lain, HTI tidak didaftarkan menjadi partai politik, tapi perkumpulan berbadan hukum.
"Berdasarkan hal tersebut, maka menurut majelis hakim pendaftaran mereka sejak kelahirannya sudah salah, sejak terbitnya badan hukumnya," ungkap Roni.
Baca juga : Hakim: HTI Terbukti Ingin Mendirikan Negara Khilafah di NKRI
Selain itu, alasan majelis hakim menilai HTI adalah partai politik karena mereka bukan berupa kelompok dakwah semata.
HTI, menurut majelis hakim, nantinya akan menyusun undang-undang dasar (UUD) terkait negara khilafah yang akan didirikannya di NKRI.
Majelis Hakim pun menolak gugatan yang diajukan HTI terhadap pemerintah.
Baca juga : Kalah di PTUN, HTI Akan Ajukan Banding
Hakim menilai langkah Menteri Hukum dan HAM mencabut status badan hukum HTI melalui Surat Keputusan Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 sudah tepat.
Sebab, ajaran HTI bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana yang diatur dalam UU Ormas. Atas putusan ini, HTI menyatakan akan mengajukan banding.