Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agung Laksono Harap MK Tolak Uji Materi Syarat Pencalonan Presiden dan Wapres

Kompas.com - 02/05/2018, 20:10 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden yang diajukan sekelompok orang yang mengaku penggemar Jusuf Kalla.

"Jangan terlalu diarahkan ke Pak JK (Jusuf Kalla)-nya. Tapi ide bahwa kita menghargai undang-undang yang sudah ada, itu yang lebih baik diutamakan. Moga-moga MK-nya menolak," kata Agung di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (2/5/2018).

Baca juga: MK Segera Tindaklanjuti Gugatan Warga yang Ingin JK Bisa Maju Cawapres Lagi

Ia menyatakan semestinya tafsir atas UUD 1945 pasal 7 tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden tak perlu diperdebatkan.

Menurut Agung, tafsir pasal tersebut jelas yakni presiden dan wakil presiden hanya bisa menjabat dua kali baik berturut-turut maupun tidak.

Ia menambahkan lebih baik Presiden Joko Widodo memilih cawapres dari kader partai, profesional, militer, atau tokoh lainnya yang belum menjabat sebagai wakil presiden.

"Jadi dari sekarang cari kader yang baik, kader bangsa, yang bisa diambil dari partai dan tempat lain, ada terbuka itu, bisa dari partai, profesional, militer, polisi," ujar Agung.

Baca juga: Soal Kewenangan Tafsir UUD 1945 soal Pencalonan JK, Ini Respons MK

"Menurut hemat saya siapa pun yang mengusulkan itu kurang mendidik dalam rangka membangun penghormatan terhadap undang-undang dan konstitusi. Karena sebaiknya kita patuh terhadap itu. Jadi siapapun, apapun hebatnya, ya sudah 2 periode saja," lanjut dia.

Sebelumya, gugatan dilayangkan oleh pemohon yang berasal dari Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar.

Para Pemohon menginginkan kedua norma dalam UU Pemilu, yang mengatur syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama, ditafsirkan tidak berturut-turut.

Sebab dengan aturan itu, maka Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak bisa masuk lagi di Pilpres 2019 sebagai Cawapres.

Baca juga: Penggemar Jusuf Kalla Gugat UU Pemilu, MK Nilai Bagus untuk Kepastian Hukum

Pasal 16 huruf dan huruf 227 huruf I UU Pemilu memberikan syarat bagi presiden dan Wakil Presiden, yaitu: belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama, dan surat pemberitahuan belum pernah menjadi Presiden dan Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama.

Para pemohon merasa dirugikan secara konstitusi bila Jusuf Kalla tidak bisa maju lagi mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. Sebab selama ini duet Jokowi-JK dinilai memiliki komitmen nyata dalam penciptaan lapangan kerja.

Kompas TV Survei Litbang Kompas mengeluarkan hasil survei jika 72,2 persen publik puas dengan kinerja Jokowi-JK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com