JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mencatat, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia bergerak cenderung lambat dan stagnan belakangan ini.
Ia menilai ada dua faktor yang selama ini selalu mengganjal agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Itu ada dua faktor. Korupsi di lembaga penegak hukumnya dan kedua, korupsi di hubungan antara politisi dan pebisnis," ujar Dadang di Kedutaan Besar Inggris, Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Menurut Dadang, faktor pertama cenderung mulai mengalami perbaikan. Itu tampak dari tekad pimpinan lembaga penegak hukum di Indonesia untuk mulai mereformasi kelembagaannya.
Namun faktor kedua, kata dia, adalah hal yang kini jadi kendala utama. Sebab, aktivitas kejahatan korupsi antara politisi dan pengusaha selalu ada di setiap pemerintahan di Indonesia.
Baca juga : Pemerintah Diminta Segera Terbitkan Perpres Strategi Nasional Antikorupsi
"Siapapun pemerintahannya itu, politisi udah punya hubungan erat dengan pebisnis. Dan hubungannya sangat koruptif. Sehingga kita melihat anggota parlemen juga ada yang korupsi, di jajaran birokrasi juga sulit," katanya.
Kasus korupsi proyek KTP berbasis elektronik menjadi contoh nyata yang menunjukkan politisi dan pengusaha bersekongkol untuk melakukan kejahatan korupsi.
Di sisi lain, Indonesia akan menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Menurut Dadang, potensi kejahatan korupsi pada tahun politik tersebut akan semakin tinggi.
Ia mengimbau KPK dan aparat penegak hukum lainnya mengawasi proses pembahasan anggaran dan perizinan usaha di daerah-daerah.
"Ini yang patut diwaspadai, karena dua wilayah ini rawan korupsi jelang Pilkada," kata dia.
Sementara itu, Dadang juga menegaskan agar partai politik terus melakukan perbaikan tata kelola anggaran internalnya.
Sebab, sebagai lembaga publik dan peserta pemilihan, partai harus menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas di hadapan masyarakat.
Baca juga : TII: DPR dan Pemerintah Punya Andil Perbaiki Skor Indeks Persepsi Korupsi
"Dorongan untuk akuntabel ini harusnya meningkat seiring peningkatan subsidi dari pemerintah, dan harusnya negara bisa punya kendali pengawasan lebih kuat lagi," paparnya.
Penerbitan strategi nasional antikorupsi
Dadang juga menyoroti pemerintah yang belum kunjung mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Antikorupsi. Padahal perpres itu dijanjikan akan diterbitkan oleh pemerintahan saat ini.