Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Pertimbangkan Dampak Buruk Sosiologis dari Perpres TKA

Kompas.com - 28/04/2018, 10:02 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan dampak buruk secara sosiologis dengan kehadiran Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA).

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar memaparkan, meskipun Indonesia belum dibanjiri TKA, pemerintah harus menghindari kecemburuan sosial antara tenaga kerja kasar asing dan tenaga kerja kasar dalam negeri.

"Undang-undangnya hanya mengizinkan yang profesional, expert atau ahli. Jadi kalau tenaga kerja kasar enggak boleh. Mungkin secara sosiologis orang bilang, 'ini juga pekerjaan kami kasar, kok enggak dapat sih, orang lain (pihak asing) dapat', kan begitu," ujar Timboel kepada Kompas.com, Jumat (27/4/2018) malam.

Timboel menilai, anggapan itu masuk akal dan akan muncul di benak masyarakat. Sebab, jika pemerintah tak bisa mengontrol arus tenaga kerja asing baik legal dan ilegal, maka pekerja Indonesia hanya sekadar menjadi penonton dan memperluas jurang kesenjangan.

(Baca juga: Investigasi Ombudsman Temukan Banyak TKA jadi Buruh Kasar hingga Sopir)

Sementara itu, Timboel juga melihat keberadaan Perpres TKA ini cenderung melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pelanggaran itu diperparah dengan tidak maksimalnya penegakkan hukum terhadap tenaga kerja asing ilegal.

"Nah, penegakan hukum ini yang lemah. Jadi Perpres 20/2018 itu memang tujuannya mendorong proses investasi lebih cepat, tetapi, melanggar ketentuan," kata dia.

Selain itu, menurut Timboel, tidak adanya kajian akademik sebagai salah satu persyaratan proses pembuatan peraturan presiden membuat aturan ini melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundangan.

Terkait dengan sisi materiel, Timboel melihat ada pasal-pasal di Perpres TKA ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Jadi, menurut saya kehadiran Perpres Nomor 20 Tahun 2018 ini cacat formil dan cacat materiel," kata dia.

(Baca juga: Perpres TKA Dianggap Terburu-buru dan Melanggar Undang-Undang)

Kompas TV Berapakah jumlahnya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com