JAKARTA, KOMPAS.com - Dari sidang vonis Setya Novanto hingga pernikahan dini dua remaja SMP di Bantaneg, inilah berita-berita terpopuler Kompas.com sepanjang Selasa (24/4/2018) kemarin.
1. Suara Gatot Nurmantyo
Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menilai bahwa kabinet saat ini terlalu banyak direcoki oleh urusan partai politik. Karena itu, Gatot yang menyatakan diri siap menjadi calon presiden menginginkan agar urusan kabinet diselesaikan sebelum pencapresan.
Hal itu disampaikan Gatot saat menjadi narasumber acara Satu Meja di Kompas TV, Senin (23/4/2018) malam. Gatot mengatakan, ia siap menjadi capres meskipun saat ini belum ada partai yang secara tegas bakal mendukungnya.
Kalaupun nantinya ada parpol yang tertarik, Gatot tidak langsung menerima dukungan tersebut. Gatot akan bernegosiasi dengan partai pendukung mengenai susunan kabinet.
Selengkapnya dapat dibaca dalam artikel berikut ini:
- Gatot Nurmantyo: Saat Ini Saya Melihat Terlalu Banyak Campur Tangan Partai
- Gatot: Apabila Republik Memanggil dan Rakyat Berkehendak, Saya Siap Jadi Presiden
2. Vonis Setya Novanto
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, diganjar hukuman penjara selama 15 tahun plus denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, Novanto juga diwajibkan membayar uang ganti rugi sebanyak 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang dititipkannya ke penyidik. Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, total yang harus dibayarkannya sekitar Rp 66 miliar.
Novanto dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan e-KTP.
Eks Ketua Fraksi Partai Golkar itu juga disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Baca selengkapnya di artikel "Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara".
3. Gerindra gerah soal hasil survei
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad meragukan hasil survei yang menyebut elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengalami penurunan.
Dasco menilai bahwa hasil survei tersebut tidak wajar. Berdasarkan survei internal Partai Gerindra, elektabilitas Prabowo tak mengalami penurunan.