JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan dua saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi PT Tuah Sejati dalam pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.
Dua saksi itu adalah pegawai PT. Swarna Baja Pacific Ita Chatarina dan Pengawas Lapangan Deni Prianto.
“Keduanya dipanggil sebagai saksi terkait tersangka PT. Tuah Sejati," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Selasa (24/42018).
Baca juga : Jadi Tersangka, Rekening PT Nindya Karya Senilai Rp 44 Miliar Diblokir
Sebelumnya, KPK telah memeriksa Dua saksi untuk dimintai keterengan yakni, General Manager Divisi 6 PT Nindya Karya Arie Mindartanto dan karyawan PT Adhimix Precast Indonesia Akhmad Syamsudin, Senin (23/4/2018).
Penyidikan terhadap PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dari kasus sebelumnya, yang menjerat empat orang.
Mereka adalah Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumut dan Nangroe Aceh Darussalam, Heru Sulaksono; PPK Satuan Kerja Pengembangan Bebas Sabang, Ramadhany Ismy; Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ruslan Abdul Gani; serta Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Teuku Syaiful Ahmad.
Keempatnya sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor dan dijatuhkan hukuman penjara berbeda-beda.
Baca juga : KPK Periksa Dua Saksi Terkait Kasus PT Nindya Karya
Proyek tersebut telah direncanakan sejak 2004 dengan anggaran Rp 7 miliar, namun terhambat lantaran bencana tsunami Aceh.
Akan tetapi, tetap ada anggaran yang dikeluarkan senilai Rp 1,4 miliar sebagai uang muka.
Kemudian, pada 2006, dikeluarkan anggaran Rp 8 miliar, 2007 sebesar Rp 24 miliar, 2008 Rp 124 miliar, 2009 Rp 164 miliar, 2010 Rp 180 miliar, dan pada 2011 Rp 285 miliar.
Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 313 miliar dalam pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ini.
Sementara, soal modus penyimpangannya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan ada tiga hal yang jadi indikasi KPK.
Pertama, soal penunjukan langsung, kedua ihwal yang sejak awal sudah dipersiapkan jadi pelaksana pembangunan, dan ketiga terakhir adanya penggelembungan harga dalam penyusunan Harga Pokok Satuan (HPS).
Dari dugaan korupsi ini, PT. Nindya Karya, dan PT. Tuah Sejati diduga menerima laba senilai Rp 94,58 miliar. Dengan rincian Nindya Karya menerima Rp 44,68 miliar, dan Tuah Sejati senilai Rp 49,90 miliar.
Atas perbuatannya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.