JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 52 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM) terekam dalam penelusuran Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Transaksi tersebut melanggar batas maksimal sumbangan bagi perorangan dan institusi kepada peserta pilkada.
"Misalnya ada ketentuan Rp 75 juta maksimum perorangan. Tapi tahu-tahu ada yang nyumbang Rp 200 juta. Itu salah dan mencurigakan. Terus kami memasang parameter di situ, hal-hal dan kata yang menjurus kepada tindak pidana pilkada," kata Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Baca juga : Transaksi Mencurigakan Jelang Pilkada, PPATK Lapor KPK hingga Bawaslu
Namun, Kiagus mengatakan pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah hal tersebut termasuk pidana.
Ia menyatakan PPATK telah melaporkan temuan tersebut kepada penegak hukum baik polisi dan kejaksaan yang berwenang menangani pidana pemilu maupun Komisi Pemberanrasan Korupsi (KPK) yang terkait penanganan dugaan korupsi.
Ia menambahkan, beberapa LKTM berasal dari rekening petahana. Ada pula transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan rekening oknum penyelenggara pemilu.
Namun, Kiagus enggan membeberkan oknun tersebut. Ada pula transaksi mencurigakan yang melibatkan keluarga calon kepala daerah.
Baca juga : PPATK: Penegak Hukum Perlu Laporkan Kembali Temuan Transaksi Mencurigakan
Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae, menyatakan, transaksi mencurigakan itu mulai bermunculan pada akhir 2017.
Saat ditanya besaran transaksi mencurigakan tersebut, Dian mengaku belum bisa menyampaikannya.
"Agak susah. Ini cukup signifikan. Tentu miliaran. Saya kira ini kesimpulan kami ini belum tentu terkait sesuatu yang tidak benar. Kami laporkan banyak ini dilakukan oleh incumbent karena punya kapasitas," papar Dian.