JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membatalkan rencana lembaganya mengajukan upaya peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
PK itu rencananya diajukan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
"KPU menurut saya ngabis-ngabisin waktu saja kalau mengajukan PK," ujar Refly dihubungi, Selasa (17/4/2018).
Menurut Refly, PK yang rencananya diajukan KPU tersebut justru akan membuat susah penyelenggara jika kemudian PK itu diterima oleh MA.
Baca juga : Dilaporkan PKPI ke Polisi, Ini Tanggapan Komisioner KPU
"Ya sudahlah terima saja lah. Nanti ribet sendiri," ujar Refly.
Apalagi kata Refly, KPU sebelumnya juga telah menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta dengan menetapkan PKPI sebagai peserta Pemilu 2019 dengan nomor urut 20.
"Lalu kalau KPU mengajukan PK, kemudian diterima kan harus dicoret PKPI, malah kemudian mengacaukan persoalan nanti," terang Refly.
Refly juga menilai tak ada alasan bagi KPU mengajukan upaya hukum lanjutan atas putusan sengketa proses pemilu di PTUN Jakarta yang dimenangkan PKPI tersebut.
"Ini kan kemudian tidak terkait dengan keadilan seseorang atau institusi yang betul-betul dirugikan. KPU kan tidak dirugikan apa-apa, yang dirugikan kan PKPI, persiapan kurang dan sebagainya," kata Refly.
Baca juga : Diduga Cemarkan Nama Baik, Komisioner KPU Dilaporkan PKPI ke Polisi
Meski demikian kata Refly, KPU tetap punya hak untuk mengajukan PK ke MA. Walaupun putusan atas putusan PTUN Jakarta tersebut bersifat final dan mengikat (final and binding).
"PK ini pakai landasan umum saja. Jadi PK memang tidak diatur dalam UU Pemilu tapi bisa saja dilakukan. Kan PK upaya hukum luar biasa," ujar Refly.
"Hanya saya tidak menyarankan buat apa, mengganggu persiapan Pemilu, menghabiskan waktu, dan KPU tidak dirugikan apa-apa, secara materiil dan moril yang dirugikan adalah PKPI sebenarnya," lanjut dia.
Sementara itu, Pakar hukum tata negara dari Universitas Udayana, Bali, Jimmy Z Usfunan punya pandangan berbeda.
Jimmy menganggap bahwa putusan PTUN Jakarta tersebut tak bisa dilakukan upaya hukum lainnya.
Jimmy beralasan, hal itu sesuai dengan pasal 471 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.