Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKPI Anggap KPU Tak Punya Hak Ajukan PK ke MA

Kompas.com - 16/04/2018, 13:20 WIB
Moh Nadlir,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPN Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi menanggapi rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatan PKPI.

Menurut Teddy, KPU tidak punya wewenang untuk mengajukan PK tersebut ke Mahkamah Agung.

Alasannya, KPU tidak punya hak untuk merasa dirugikan oleh putusan PTUN Jakarta tersebut.

"Karena itu KPU tidak diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan upaya hukum atas putusan baik dari Bawaslu maupun dari PTUN," ujar Teddy melalui keteranan tertulis, Senin (16/4/2018).

Baca juga : PKPI Akan Laporkan Dua Komisioner KPU ke Polda Metro Jaya

PKPI berpandangan, KPU berbeda dengan partai politik yang punya hak untuk merasa dirugikan.

Partai politik diberikan kewenangan oleh UU untuk melakukan upaya hukum terhadap suatu putusan peradilan.

"Jadi KPU tidak punya hak untuk mempertimbangkan putusan PTUN, karena mereka diperintahkan oleh UU untuk wajib melaksanakan. Tidak ada hak tawar, karena KPU harus patuh pada perintah UU," kata Teddy.

Teddy juga menyayangkan sikap pribadi para komisioner KPU yang merasa tidak setuju dengan putusan PTUN, namun disuarakan dengan mengatasnamakan lembaga.

Baca juga : Hendropriyono Sebut Banyak Kader yang Layak Gantikan Dirinya Pimpin PKPI

"Mereka harus mampu membedakan antara perasaan pribadi dengan kewenangan dan kewajiban mereka sebagai komisioner KPU. Tidak boleh perasaan pribadi dicampuradukkan dengan jabatan," ujar dia.

Oleh karena itu, kata Teddy, patut dipertanyakan apa dasar hukum yang digunakan KPU jika tetap akan mengajukan PK ke MA atas putusan PTUN Jakarta tersebut.

"Apa legal standing KPU sehingga dapat mengajukan PK terhadap putusan PTUN? Apakah ada hak KPU untuk merasa dirugikan?" kata Teddy.

Sebelumnya, KPU RI telah menetapkan PKPI sebagai peserta Pemilu 2019 dengan nomor urut 20. Penetapan tersebut sebagai tindak lanjut putusan PTUN Jakarta.

Namun, Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, KPU mempertimbangkan untuk mengajukan upaya peninjauan kembali atas putusan PTUN yang memenangkan PKPI.

Baca juga : KPU Akan Ajukan PK atas Kemenangan PKPI, Ini Kata Hendropriyono

KPU juga akan mempelajari putusan tersebut secara mendalam untuk menemukan bukti baru atau novum.

Menindaklanjuti putusan itu, KPU telah berkonsultasi dengan Komisi Yudisial. Hasilnya, KPU akan segera membuat laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim PTUN Jakarta.

Sementara itu, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengatakan, jika upaya PK yang diajukan KPU tersebut dikabulkan MA, maka PKPI akan dicoret sebagai peserta Pemilu 2019.

Menurut Hasyim, pencoretan PKPI juga akan berdampak pada pencalonan anggota legislatifnya pada pemilu mendatang.

Kompas TV Hakim PTUN mengabulkan gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) terhadap KPU, yang tak meloloskan PKPI dalam pemilu 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com