KOMPAS.com - Di dunia dirgantara, Adisoemarmo lebih dikenal sebagai nama bandar udara di Solo, Jawa Tengah. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa Adisoemarmo merupakan sosok penting figur penting dalam sejarah Angkatan Udara yang hari ini memperingati HUT ke-72.
Bahkan, Kapten Udara Anumerta Adisoemarmo Wiryokusumo merupakan salah satu sosok terbaik dalam sejarah Angkatan Udara Republik Indonesia.
Adisoemarmo dilahirkan di Blora pada 31 Oktober 1921. Dia mengawali masa sekolahnya dari Europeesche Lagere School (ELS), yakni sekolah dasar pada era kolonial Hindia Belanda. Sekolah ini merupakan sekolah untuk keturunan peranakan Eropa, keturunan Timur dan bumiputra.
Lalu ia menempuh pendidikan menengahnya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Semarang, Jawa Tengah dan melanjutkan sekolahnya di MHS, Yogyakarta.
Sekolah telegrafis
Dalam buku Peristiwa Heroik 29 Juli 1947, dijelaskan bahwa kiprah Adisoemarmo dalam kegiatan milter berawal ketika dirinya masuk dalam korps penerbang sukarela, bernama Vrijwillig Vliegers Corps (VVC) di Yogyakarta. Di sana, ia ikut dalam rangka kegiatan milisi menghadapi Perang Dunia II.
Pada masa ketika Jepang berhasil mengusir Belanda, Adisoemarmo bermukim di Australia dan bekerja sebagai anggota flight radio operator dari Netherlands East Indies Air Force.
Namun, karena nasionalisme yang tinggi, ia kembali pulang ke Indonesia, setelah negeri ini menggapai kemerdekaannya.
(Baca juga: Marsekal Muda Agustinus Adisutjipto, Penerbang Langka Pemrakarsa Sekolah Penerbangan)
Adisoemarmo memutuskan untuk bergabung dengan badan perjuangan yang ada saat itu. Ia masuk di dalam Angkatan Udara RI dengan pangkat opsir muda udara 1.
Pada masa tugasnya di AU, ia diinstruksikan pimpinan AU Tentara Rakyat Indonesia, Komodor Udara S Suryadarma, untuk membentuk sekolah radio telegrafis udara setelah Pangkalan Udara Bugis diserahkan dari Panglima Divisi VII kepada TRI AU.
Sekolah telegrafisnya dibuka pada awal tahun 1946. Peningkatan sekolah ini diikuti penyusunan dan penyempurnaan lawatan perhubungan AU RI.
Di sisi lain, ia juga merealisasikan terbentuknya sekolah radio telegrafis di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta. Upaya ini mendapat dukungan dari Inspektorat Genie Angkatan Darat dan mantan siswa Sekolah Radio Telegrafis Udara Malang.
Sekolah itu dibuka pada 3 Maret 1947. Namun, sekitar empat bulan lebih beroperasi, sekolah ini ditutup pada 21 Juli 1947 akibat meletusnya Perang Kemerdekaan I.
(Baca juga: Angkatan Udara Republik Indonesia, 72 Tahun Silam Hingga Kini...)
Kualifikasi langka
Adisoemarmo merupakan anggota AU yang memiliki kualifikasi flight radio operator yang dianggap langka pada waktu itu.