JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri RI mengingatkan KPU RI agar tak membuat aturan teknis penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2019 di luar yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu No 7/2017.
Hal itu diungkapkan Direktur Politik, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bachtiar, menanggapi wacana larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.
"Ikuti saja UU. Bunyinya UU seperti apa, aturannya seperti itu," kata Bachtiar di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Baca juga : KPU Tanggapi Penolakan Bawaslu soal Larangan Mantan Koruptor Ikut Pileg 2019
Menurut Kemendagri, meski larangan tersebut didasari niat baik, tetapi pengaturannya harus sesuai dengan UU.
"Urus negara ini tidak cukup dengan niat baik tapi harus dengan sistem (UU)," kata Bachtiar.
KPU diminta membuat peraturan penyelenggaraan pemilu dengan menaati UU.
"Hukum itu tidak bisa dibuat-buat. Kalau membatasi hak orang atau mengurangi hak orang itu harus levelnya UU," ujar Bachtiar.
"Peraturan Pemerintah (PP) saja enggak bisa, atau peraturan teknis, misalnya setingkat Peraturan Menteri, lembaga, itu tidak bisa membatasi hak orang," lanjut dia.
Baca juga : KPU Akan Koordinasi dengan KPK soal LHKPN Caleg pada Pileg 2019
Bachtiar juga berpendapat, KPU tak boleh menggunakan dasar hukum lainnya, jika UU Pemilu tak mengaturnya.
"Kalau orang-orang ikut kegiatan pemilu, ya UU Pemilu. Kalau pilkada, UU Pilkada. Kalau untuk kepala desa ya UU kepala desa. Sekarang ini mau ikut apa? Pemilu kan, rujukannya UU pemilu," ucap dia.
Kemendagri juga mengomentari wacana akan diwajibkannya para calon anggota legislatif menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
LHKPN itu wajib diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selanjutnya, bukti pelaporan tersebut diserahkan ke KPU sebagai syarat pencalonan pada Pileg 2019.
"UU-nya bunyinya seperti itu, makanya sepanjang enggak ada UU jangan kita mengada-ada," tegas Bachtiar.