JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih rentan jadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Hal tersebut disampaikannya dalam jumpa pers "Pengiriman TKI ke Luar Negeri, Peluang Sejahtera Bertaruh Nyawa" yang diselenggarakan di kantor LPSK, di Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (5/4/2018).
"Para calon TKI rentan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang," kata Abdul.
(Baca juga: Anies: Ditemukan Praktik Prostitusi dan Perdagangan Orang di Alexis)
Disebut tindak pidana perdagangan orang jika terjadi perekrutan dan pemindahan yang tidak sesuai aturan, maupun penipuan baik melalui bujuk rayu hingga ancaman kekerasan yang membuat orang terjebak menjadi korban perdagangan orang.
Kasus perdagangan orang merupakan tindak pidana yang saksi dan korbannya mendapatkan prioritas perlindungan dari LPSK.
Dia mencontohkan kasus TKI asal Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), Adelina Sau.
Adelina merupakan TKI yang ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah rumah di Malaysia pada 10 Februari 2018 lalu. Setelah dibawa ke Rumah Sakit, nyawa Adelina tidak tertolong sehari kemudian.
Abdul mengatakan, aparat Polres Timor Tengah Selatan maupun dari Polda NTT dengan supervisi dari Bareskrim menemukan dugaan TPPO pada kepergian Adelina.
Surat-surat Adelina sendiri diduga dipalsukan. Pihak kepolisian disebutnya sudah menetapkan 4 orang sebagai tersangka terkait dugaan TPPO dan pemalsuan identitas Adelina.
(Baca juga: Menko Puan Janji akan Dorong Kementerian di Bawahnya Bantu LPSK)
Selain kasus Adelina, pihaknya juga pernah menangani 57 orang TKI yang jadi anak buah kapal (ABK) di Afrika, yang diduga menjadi korban TPPO tahun 2013 lalu.
Para TKI yang jadi ABK kapal itu diberikan pekerjaan dan upah yang tidak sesuai dengan kontrak yang ditandatangani di Jakarta.
Bentuk perlindungan yang diberikan LPSK berupa pendampingan sebagai saksi di persidangan dan memfasilitasi pemberian restitusi (ganti kerugian) dalam proses penuntutan di persidangan.
Pengadilan Negeri Jakarta Barat kemudian mengabulkan permohonan restitusi sebesar Rp 1,2 miliar untuk 57 ABK yang jadi korban.
"Kasus ini membuka mata kita bahwa resiko menjadi korban tidak hanya bagi TKI di sektor domestik (PRT), melainkan juga menimpa TKI di sektor lain, termasuk TKI yang berprofesi sebagai pelaut," ujar Abdul.
Sejak 2017 sampai 26 Maret 2018, LPSK memberikan layanan kepada 247 orang saksi dan korban perdagangan orang, di mana 21 orang di antaranya merupakan saksi dan korban terlindung baru di tahun 2018.
(Baca juga: Kisah TKW Lombok yang Selamat dari Sindikat Perdagangan Orang)