JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, masalah stunting (gagal tumbuh) karena gizi buruk yang menyebabkan anak-anak berpostur kerdil, tak bisa diatasi hanya dengan membagi-bagikan biskuit.
Hal itu dikatakan Presiden saat memimpin rapat terbatas terkait penurunan stunting, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
"Kita sudah tiga tahun ini membagi-bagikan biskuit untuk ibu hamil dan balita. Saya lihat itu belum cukup. Tidak cukup," kata Jokowi.
Baca juga : Cegah Stunting, Menkes Minta Masyarakat Bangkitkan Kesadaran Asupan Gizi
Jokowi mengatakan, pemberian biskuit juga perlu dilengkapi dengan penyaluran makanan bergizi lainnya seperti ikan, susu, telur, hingga kacang hijau.
Selain itu, sanitasi, pelayanan ketersediaan air bersih, dan mandi cuci kakus (MCK) juga harus diperhatikan.
"Mengedukasi publik dalam gerakan hidup sehat juga harus dikerjakan lagi agar lingkungan tempat tumbuh kembang anak-anak menjadi sebuah lingkungan yang sehat," kata dia.
Jokowi menekankan, penurunan stunting ini sangat penting. Sebab, setelah percepatan pembangunan infrastruktur selesai, pemerintah akan masuk ke tahapan besar kedua, yaitu investasi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
"Dan stunting atau gagal tumbuh merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa," kata Jokowi.
Baca juga : Saat Jusuf Kalla Minta Ustaz Abdul Somad Bicara Stunting...
Menurut Jokowi, anak stunting tak hanya secara fisik tumbuh terlalu pendek atau kerdil untuk usianya, tetapi juga mengganggu perkembangan otaknya.
Selanjutnya, stunting akan memengaruhi daya serap dan prestasi di sekolah, akan mempengaruhi produktivitas, dan mempengaruhi kreativitas di usia usia yang produktif.
Jokowi menekankan, penurunan angka stunting merupakan kerja bersama yang harus melibatkan semua elemen masyarakat, terutama ibu-ibu PKK. Pemerintah juga perlu mengaktifkan kembali secara maksimal fungsi posyandu di desa desa.
"Dan saya minta untuk dibuat rencana aksi yang lebih terpadu, terintegrasi, yang memiliki dampak yang konkrit di lapangan mulai dari intervensi terhadap pola makan, pola asuh dan juga yang berkaitan dengan sanitasi," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.