Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk Hilangkan Kekecewaan Publik, Ini Saran untuk Pimpinan Baru MK

Kompas.com - 03/04/2018, 09:20 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, pimpinan baru Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman dan Aswanto, harus memberikan harapan dan asa baru bagi lembaga tersebut.

"Dua pimpinan baru MK ini semestinya menuai harapan baru. Kekecewaan publik atas MK tidak boleh berlanjut. Sebaliknya, asa baru perlu dihidupkan," ujar Feri Amsari melalui pernyataan persnya, Selasa (3/4/2018).

Demi menciptakan harapan baru tersebut, pimpinan baru MK harus mau berbenah dan meninggalkan jejak kerusakan masa lalu.

Pertama, Feri berpendapat, duet Anwar-Aswanto harus mampu membangun peradilan yang transparan. Salah satu contoh kecil dan berdampak besar, yakni mencantumkan hakim drafter.

Hal ini menjadi alat ukut penting untuk melihat kinerja hakim konstitusi di masa yang akan datang.

"Transparansi lainnya yang perlu diciptakan di MK adalah jadwal persidangan. Pencari keadilan mestinya mendapatkan gambaran sampai kapan maksimal perkaranya itu disidangkan," ujar Feri.

(Baca juga: Anwar Usman Sadari MK Masih Diselimuti Ketidakpercayaan Publik)

Usulan itu terkait dengan pengujian undang-undang dan sengketa kewenangan antarlembaga. Hal ini mungkin juga bisa diterapkan dalam perkara pembubaran partai politik.

"Lagi pula, dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum dan pilkada, MK itu bisa menerapkan batas waktu maksimal penyelesaian perkara," ujar Feri.

Kedua, pimpinan baru MK harus membangun semangat antikorupsi. Contohnya, mendorong hakim MK disiplin melaporkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).

Wujud semangat antikorupsi juga dapat dilakukan dengan membatasi potensi praktik transaksi perkara. Sebab, dalam beberapa kasus, masih ditemukan terjadi transaksi yang melibatkan pegawai MK, masuknya orang luar ke gedung MK untuk memengaruhi hakim, dan sebagainya.

"Ini menunjukkan bahwa sistem perlindungan diri di MK masih lemah dan di sisi lain, tidak terlihat upaya membangun sistem yang maksimal agar pertahanan antikorupsi kian baik di MK walaupun mesti diakui, ya, dibandingkan dengan peradilan lain, MK masih jauh lebih baik," ujar Feri.

(Baca juga: "Inalillahi Wainailaihi Rojiun", Kalimat Perdana Pidato Ketua Baru MK)

Ketiga, pimpinan baru MK juga dihadapkan tantangan berat soal menjaga marwah MK sendiri. Hal ini disebabkan tindakan pendahulu yang kerap luput menjaga marwah.

"Misalnya pertemuan dengan pihak tertentu yang berkaitan dengan pelanggaran etik dapat dengan mudah terjadi, bahkan dalam perkara tertentu menjadi tindak pidana korupsi. MK perlu konsep baru dalam melindungi marwahnya," ujar Feri.

Meski MK telah memiliki standar etik,ada baiknya pimpinan baru MK mesti memperjelas mana yang patut dan tidak patut dilakukan, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang tidak berkaitan dengan menjaga marwah konstitusi.

Kompas TV Anwar Usman terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi 2018-2020 melalui pemungutan suara oleh sembilan hakim konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com