JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, pimpinan baru Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman dan Aswanto, harus memberikan harapan dan asa baru bagi lembaga tersebut.
"Dua pimpinan baru MK ini semestinya menuai harapan baru. Kekecewaan publik atas MK tidak boleh berlanjut. Sebaliknya, asa baru perlu dihidupkan," ujar Feri Amsari melalui pernyataan persnya, Selasa (3/4/2018).
Demi menciptakan harapan baru tersebut, pimpinan baru MK harus mau berbenah dan meninggalkan jejak kerusakan masa lalu.
Pertama, Feri berpendapat, duet Anwar-Aswanto harus mampu membangun peradilan yang transparan. Salah satu contoh kecil dan berdampak besar, yakni mencantumkan hakim drafter.
Hal ini menjadi alat ukut penting untuk melihat kinerja hakim konstitusi di masa yang akan datang.
"Transparansi lainnya yang perlu diciptakan di MK adalah jadwal persidangan. Pencari keadilan mestinya mendapatkan gambaran sampai kapan maksimal perkaranya itu disidangkan," ujar Feri.
(Baca juga: Anwar Usman Sadari MK Masih Diselimuti Ketidakpercayaan Publik)
Usulan itu terkait dengan pengujian undang-undang dan sengketa kewenangan antarlembaga. Hal ini mungkin juga bisa diterapkan dalam perkara pembubaran partai politik.
"Lagi pula, dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum dan pilkada, MK itu bisa menerapkan batas waktu maksimal penyelesaian perkara," ujar Feri.
Kedua, pimpinan baru MK harus membangun semangat antikorupsi. Contohnya, mendorong hakim MK disiplin melaporkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).
Wujud semangat antikorupsi juga dapat dilakukan dengan membatasi potensi praktik transaksi perkara. Sebab, dalam beberapa kasus, masih ditemukan terjadi transaksi yang melibatkan pegawai MK, masuknya orang luar ke gedung MK untuk memengaruhi hakim, dan sebagainya.
"Ini menunjukkan bahwa sistem perlindungan diri di MK masih lemah dan di sisi lain, tidak terlihat upaya membangun sistem yang maksimal agar pertahanan antikorupsi kian baik di MK walaupun mesti diakui, ya, dibandingkan dengan peradilan lain, MK masih jauh lebih baik," ujar Feri.
(Baca juga: "Inalillahi Wainailaihi Rojiun", Kalimat Perdana Pidato Ketua Baru MK)
Ketiga, pimpinan baru MK juga dihadapkan tantangan berat soal menjaga marwah MK sendiri. Hal ini disebabkan tindakan pendahulu yang kerap luput menjaga marwah.
"Misalnya pertemuan dengan pihak tertentu yang berkaitan dengan pelanggaran etik dapat dengan mudah terjadi, bahkan dalam perkara tertentu menjadi tindak pidana korupsi. MK perlu konsep baru dalam melindungi marwahnya," ujar Feri.
Meski MK telah memiliki standar etik,ada baiknya pimpinan baru MK mesti memperjelas mana yang patut dan tidak patut dilakukan, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang tidak berkaitan dengan menjaga marwah konstitusi.