JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengungkapkan, akan ada tiga pola jika mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo masuk sebagai cawapres dalam pertarungan Pilpres 2019.
Pertama, kata dia, Gatot Nurmantyo bisa membentuk kepemimpinan kalangan militer jika dipasangkan dengan Ketua Umum Gerindra, yang pernah menjadi komandan Kopassus.
"Karena kalau dengan Prabowo itu militer-militer. Tapi saya kira Prabowo nalurinya akan mencari wakil yang latar belakang sipil," ujar Qodari kepada Kompas.com, Senin (2/4/2018).
Sedangkan, pola kedua, Gatot bisa membentuk kepemimpinan sipil-militer jika disandingkan dengan petahana, Presiden Joko Widodo. Namun demikian, Qodari melihat komposisi itu juga akan mendapat pertentangan dari partai koalisi pendukung Jokowi.
"Karena belum tentu partai pendukung Jokowi setuju dengan Pak Gatot, itu kendalanya," kata dia.
Baca juga : Indo Barometer: Peluang Gatot Nurmantyo sebagai Capres Kecil
Di sisi lain, Gatot akan membentuk pola militer-identitas tertentu jika disandingkan dengan sosok yang memiliki afiliasi ke identitas kelompok masyarakat tertentu, seperti sosok dari kalangan dengan basis pendukung umat Islam yang kuat.
Terkait dengan peluang capres, peluang Gatot terbilang kecil. Hal itu terjadi dengan berkaca pada konstelasi partai politik jelang Pemilu 2019.
"Karena, kalau bicara partai yang berhak mengusung cuma ada 10 hasil pemilu 2014. Dari 10 itu kan, 5 sudah ke Pak Jokowi ada PDIP, Golkar, PPP, Hanura, dan Nasdem, kemudian dua partai lagi itu sudah hampir bulat ke Prabowo, Gerindra dan PKS," kata Qodari.
Jika merujuk pada PKB, Demokrat, dan PAN, Qodari melihat Demokrat cenderung ingin merapat ke barisan pendukung Jokowi. Apabila hanya berharap pada PKB dan PAN, Gatot tak akan bisa diusung sebagai capres karena terbentur dengan persyaratan presidential threshold sebesar 20 persen.
Baca juga : Menanti Langkah Politik Gatot Nurmantyo Setelah Resmi Pensiun...
"Jadi kecuali ada sebuah perkembangan yang tidak liniear ya, di luar dugaan proyeksi, Gatot akan sulit mencalonkan diri sebagai presiden," paparnya.
Skenario di luar dugaan itu apabila Prabowo menyatakan tidak maju pada Pilpres 2019. Namun demikian, Gatot tetap akan sulit diusung sebagai capres, mengingat Gerindra ingin perolehan suaranya naik pada Pemilu 2019.
"Supaya naik, kan perlu figur yang populer, nah figur populer itu Pak Prabowo. Kalau Pak Gatot elektabilitasnya masih di bawah Gerindra, agak sulit mengharapkan Gerindra untuk bisa didongkrak oleh Gatot yang elektabilitasnya kecil," ujarnya.
Di sisi lain, PKS juga dinilai merasa nyaman dengan sosok Prabowo. Sebab, PKS telah mengenal dan ikut mengusung Prabowo pada Pilpres 2014.
"Kemungkinan ketiga kalau tiba-tiba Demokrat balik badan lalu kemudian mendukung Gatot. Tapi kerumitan berikutnya adalah, siapa yang menjadi cawapresnya? Kalau Gatot capres siapa wakilnya? Apa AHY (Agus Harimurti Yudhoyono)? Mau enggak si SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)?" katanya.
Baca juga : Prabowo Benarkan Telah Bertemu Gatot Nurmantyo
Selain itu, Qodari melihat SBY memiliki kalkulasi politik untuk menang, dan berharap AHY masuk ke dalam jajaran kabinet. Demokrat dinilai juga ingin memiliki rekam jejak sebagai partai pemenang Pemilu 2019, bukan sebagai pihak yang kalah.