JAKARTA, KOMPAS.com - Asisten SDM Kapolri Irjen Arief Sulistyanto mengatakan, bukan tak mungkin polisi wanita (polwan) menduduki jabatan strategis seperti Kepala Polda.
Namun, Arief mengakui bahwa jumlahnya tidak akan sebanyak polisi laki-laki. Jumlah polwan saat ini diakui dia mengalami stagnansi dalam regenerasi.
"Polwan senior yang terakhir itu PTIK lulusan 1968, terus sampai Kombes. Selesai itu tidak ada lagi," kata Arief di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Sementara, penerimaan taruni pada 2015 lalu rata-rata masih berpangkat Kompol. Arief mengatakan, hal ini menjadi pekerjaan rumah bagian SDM untuk membina para polwan agar memiliki kemampuan yang bisa mengimbangi polisi laki-laki.
"Ini harus saya lakukan betul-betul pembinaan karir yang baik supaya mereka ini betul-betul siap untuk nanti bersaing dengan polisi laki-laki," kata Arief.
(Baca juga: Polwan Ini Menyamar Jadi PSK demi Bongkar Sindikat Perdagangan Manusia, Ceritanya...)
Arief mengatakan, sebagai orang yang mengurusi sumber daya manusia, dirinya tidak melihat gender dalam pembagian tugas. Ketika ditugaskan menjadi Kapolres, misalnya, harus bisa menghadapi tantangan yang sama dengan polisi laki-laki.
Namun, pihaknya akan memilih polwan yang memiliki jiwa petarung untuk menjadi pemimpin.
"Karena kasihan juga nanti dia ketika ditugaskan di situ, hantamannya cukup besar, tantangannya cukup besar, ada keterbatasan kan," kata Arief.
"Yang kami harapkan dia sebagai seorang polwan mampu mengatasi itu semuanya," ujar dia.
Saat ini bagian SDM Polri tengah menguji coba dengan menjadikan Brigjen Pol Sri Handayani sebagai Wakil Kapolda Kalimantan Barat. Diketahui, Sri merupakan polwan pertama yang menjabat posisi tersebut.
"Nanti apakah dia teruji di sana bagus, baru kita jadikan Kapolda," kata Arief.
(Baca juga: Berkenalan dengan Indria, Satu-satunya Polwan Kopilot Helikopter di Indonesia)
Meski begitu, Arief mengakui banyak halangan bagi polwan untuk menempati jabatan struktural. Halangan tersebut, misalnya, jika polwan itu hamil dan cuti cukup panjang untuk melahirkan.
Belum lagi, kewajiban mengurus anak sehingga harus membagi konsentrasi pekerjaan. Ia khawatir kerjanya tidak maksimal dengan keadaan seperti itu.
Selain itu, kata dia, biasanya polwan akan berat meninggalkan suaminya jika ditugaskan ke daerah lain.
"Nanti kalau kita pisahkan kita tidak manusiawi juga, apalagi punya anak kecil," kata Arief.