Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Sidang, Saksi Ahli dari Pemerintah Paparkan Strategi dan Pergerakan HTI

Kompas.com - 29/03/2018, 17:54 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Kamis (29/3/2018), menggelar sidang lanjutan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap langkah pemerintah mencabut status badan hukumnya.

Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan tiga orang ahli yang didatangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai perwakilan tergugat. Salah satu ahli yang didatangkan yakni ahli politik Islam, Ainur Rofiq Al-Amin.

Dalam keterangannya, Rofiq memaparkan strategi dan pergerakan HTI selama di Indonesia.

Menurut Rofiq, HTI merupakan partai politik cabang Hizbut Tahrir yang memiliki lingkup internasional.

"HTI menginginkan tegaknya khilafah, apabila khilafah tegak, maka NKRI akan hilang. Menurut nalar pemikiran Hizbut Tahrir dan HTI, untuk menegakkan Islam, harus melalui khilafah dan khilafah itu wajib," papar Rofiq, sebagaimana dikutip dari siaran pers resmi dari kuasa hukum, Kamis.

(Baca juga: Yusril: Kalau Enggak Bisa Buktikan, Pemerintah Minta Maaf, HTI Dihidupkan Lagi...)

HTI, lanjut Rofiq, menerapkan tiga tahap dalam mewujudkan cita-citanya. Pertama, yakni pendekatan tertutup. Tahap ini, seorang kader HTI menjelaskan akidah dan hukum syariat versi HTI kepada orang yang akan direkrut.

Kader HTI akan berusaha menarik minat dan simpati orang yang akan direkrut dengan berbagai cara. Salah satunya menunjukkan solidaritas apabila ada aktivis HTI yang terlibat perkara di kepolisian atau membantu aktivis HTI yang sedang kesusahan dalam hal ekonomi.

Kedua, masuk ke tahap selanjutnya, yakni menyebarkan dogma HTI secara terang- terangan di masyarakat. Wadah penyebaran dogma yang tercatat pernah dilakukan HTI, antara lain dengan halaqah rutin.

"Yang terjadi adalah mengorganisir mahasiswa. HTI melakukan perang pemikiran terhadap kapitalisme, sekulerisme, demokrasi, HAM dan liberalisme. HTI sangat menentang nilai-nilai itu," ujar Rofiq.

(Baca juga: Sebut Bukti Pemerintah Cabut Izin HTI Lemah, Yusril Yakin Menangi Sidang PTUN)

 

"Setelah itu, HTI memasuki tahap perjuangan politiknya untuk mendirikan negara khilafah dengan melakukan pengerahan massa serta upaya ajakan kepada militer untuk mendirikan khilafah dan mengajak mengambilalih kekuasaan," lanjut dia.

Dalam tahapan ini, kader HTI juga berupaya melakukan pendekatan ke kalangan ulama. Tujuannya adalah untuk mendukung gerakan perjuangan khilafah.

"Tahap ketiga, barulah dapat dilaksanakan jika khilafah telah berhasil ditegakkan dengan mendirikan negara transnasional Islam," ujar Rofiq.

Dalam akhir keterangannya di hadapan hakim, Rofiq menegaskan bahwa HTI layak dibubarkan karena hendak mengganti dasar negara Indonesia, Pancasila, menjadi khilafah. NKRI dan Pancasila, lanjut Rofiq, sudah final dan tidak bisa diganggu-gugat.

Kompas TV Sidang lanjutan gugatan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) digelar di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Jakarta.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com