Hanya saja, sejauh mana kekuatan mesin partai PKB terkini, setelah sempat mengejutkan di 2014, perlu mendapat pembuktian di Pilgub Jatim, Jateng, dan Jabar.
Di Jatim, bisakah koalisi PKB dan PDI-P menumbangkan dominasi Demokrat di kursi gubernur selama dua periode terakhir? Untuk Jateng, mampukah paslon usungan PKB dan Gerindra-PKS-PAN mengalahkan gubernur petahana usungan PDI-P?
Kemudian, apakah faktor PKB bisa menjadi salah kunci kesuksesan Ridwan Kamil di tengah kepungan tiga paslon lain dari partai-partai besar di Jawa Barat?
Keberhasilan di tiga provinsi kunci ini membuat PKB semakin diperhitungkan dalam Pemilu 2019 dan menguatnya sosok Cak Imin sebagai salah satu sosok alternatif untuk Pilpres 2019.
PAN sendiri di Rakernas 2017 lalu memutuskan mengusung ketua umumnya, Zulkifli Hasan, sebagai calon presiden. Zulkifli memang sering melakukan konsolidasi ke berbagai wilayah di Indonesia. Hanya, dalam konteks posisinya sebagai Ketua Umum MPR ataupun Ketua Umum PAN.
Masih belum terlihat usaha terbuka menyosialisasikan sosok Zulkifli selaku capres ataupun cawapres. Yang terlihat barulah keberanian Zulkifli untuk menyampaikan sikap tegas dalam beberapa kesempatan mengenai isu-isu yang hangat di masyarakat, seperti penyelundupan narkoba.
Bagaimanapun, masa depan poros baru tergantung pada ketiga partai ini. Ketiga partai ini kemungkinan baru menentukan sikap final setelah Pilkada 2018 keluar hasilnya.
Momentum positif
Ketergantungan pada hasil Pilkada 2018 bagi ketiga poros dalam menentukan calon presiden dan atau calon wakil presidennya memberikan sinyal positif bagi demokrasi Indonesia.
Bagaimanapun, konstelasi politik nasional tidak lagi hanya tergantung kepada keputusan elite politik tingkat nasional semata. Akan tetapi, harus pula memperhatikan dinamika dan aspirasi yang berkembang di tingkat daerah.
Pilkada 2018 merupakan sarana penting, bukan sekadar memanaskan dan mengetes mesin partai, melainkan mengecek efektivitas sosok tokoh nasional dalam mengangkat elektabilitas tokoh-tokoh calon kepala daerah dan partai di daerahnya.
Jika memang terbukti ampuh, barulah sosok tokoh nasional ini pantas untuk dipertimbangkan untuk melaju di kontestasi politik nasional. Jika sebaliknya, kita harapkan memberikan pentas kepada tokoh yang lebih pantas.
Kondisi ini merupakan momentum positif bagi demokrasi Indonesia. Semakin meluasnya spektrum sumber yang mempengaruhi pentas politik negara ke daerah, tidak lagi berpusat pada level nasional, menjadikan calon pemimpin nasional bakal lebih tanggap terhadap permasalahan di daerah-daerah. Bukan sekadar memandang dari kejauhan, melainkan mencoba memahaminya dari dekat, sebagai bekal sebelum melaju di pentas nasional.
Dan, yang paling penting, besar harapan kita tokoh-tokoh politik nasional tidak sekadar mengedepankan pragmatisme untuk kepentingan kelompok apalagi pribadi mereka. Mereka semestinya juga mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan dunia dalam menentukan calon pemimpin nasional yang mereka usung dan koalisi yang mereka bentuk.
Mereka perlu memberikan contoh dalam berpolitik dengan menggunakan cara-cara beretika dan pantas, menjauhi kampanye hitam, apalagi politik uang. Karena, tanggung jawab merekalah untuk menjaga momentum positif yang kita miliki saat ini, sebagai fondasi bagi masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.