Pengumuman PDI-P ini melengkapi dukungan dari parpol-parpol yang telah lebih dahulu melakukan deklarasi mengusung Jokowi sebagai capres 2019-2024, yaitu Golkar, PPP, Hanura, dan Nasdem. Total koalisi Teuku Umar yang dimotori PDI-P telah mengantongi 51 persen kursi DPR.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Dengan demikian, opsi yang tersisa hanyalah untuk maksimal dua pasang calon lagi untuk Pilpres 2019.
Rematch Jokowi-Prabowo?
Poros Kertanegara yang dipimpin Prabowo, dengan "anggota tetap" Partai Gerindra dan PKS, sudah memiliki jumlah kursi DPR minimal yang diperlukan untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden sendiri. Gabungan kursi anggota DPR kedua partai ini mencapai 20 persen.
Hanya, publik masih menerka-nerka, apakah Pemilihan Presiden 2019 bakal berujung rematch atau pertandingan ulang antara Jokowi dan Prabowo laiknya Pilpres 2014? Ataukah bakal muncul calon baru? Jika muncul calon baru, apakah berasal dari kubu Prabowo atau dari poros baru?
Untuk memprediksi jawaban dari dua pertanyaan di atas, kita perlu mencermati peta pertarungan di Pilkada 2018.
Dari 171 daerah penyelenggara Pilkada 2018, ada beberapa provinsi yang bisa menjadi salah satu indikator utama keberhasilan sosok capres atau cawapres dalam mengangkat elektabilitas calon kepala daerah yang diusung partainya, baik karena faktor besarnya jumlah pemilih maupun peta koalisi di daerah tersebut.
Hal itu mengingat pertarungan di tingkat provinsi masih bisa kita gunakan untuk membaca peta nasional, sedangkan pertarungan di tingkat kota/kabupaten, sifatnya sangatlah lokal, baik untuk ketokohan maupun pilihan partainya.
Dalam konteks kemungkinan rematch atau tarung ulang antara Jokowi dan Prabowo pada 2019, ada lima provinsi yang bakal menjadi pusat pertarungan, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Di lima provinsi inilah Poros Kertanegara dapat melakukan market test, apakah di mata pemilih sosok Prabowo masih merupakan lawan tertangguh bagi Jokowi. Bahkan, khusus di empat provinsi selain Sulawesi Selatan, Gerindra-PKS bakal menguji soliditas kebersamaan mesin partai mereka.
Tes terbesar pertama bagi Prabowo adalah di Jawa Barat. Prabowo menang mutlak atas Jokowi di Pilpres 2014 di sini. Adapun PKS dalam dua gelaran pilkada terakhir di provinsi ini selalu berhasil menempatkan paslon yang diusungnya sebagai pemenang.
Di sisi lain, sosok pasangan calon (paslon) yang diusung PKS, Sudrajad-Syaikhu, bukan merupakan figur terpopuler dan tertinggi elektabilitasnya ketika dicalonkan. Sehingga, sosok Prabowo dan soliditas mesin partai Poros Kertanegara bakal memiliki peran besar di sini.
Adapun tes kedua bagi Prabowo adalah Jawa Tengah, provinsi yang terkenal sebagai kandang banteng dan Jokowi. Dua gubernur terakhir merupakan usungan PDI-P dan Jokowi menang mutlak di Pilpres 2014. Sosok Ganjar sebagai petahana dan Taj Yasin Maimoen bakal mewakili kubu Jokowi, menghadapi Sudirman Said-Ida Fauziyah yang diusung kubu Prabowo.
Dengan keterwakilan nadhliyin di kedua kubu (Taj Yasin anak Kiai Maimoen yang sangat dihormati di Jawa Tengah dan Ida dari PKB yang sangat kuat di Jawa Tengah), salah satu pembeda keberhasilan mereka adalah sosok mana yang lebih kuat magnetnya di Jawa Tengah saat ini, Jokowi atau Prabowo.
Pertarungan di Sumatera Utara pun terbilang keras. Kedua kubu menurunkan tokoh yang sudah dikenal secara nasional. Gerindra bersama PKS memimpin koalisi yang mengusung Edy Rachmayadi, mantan Pangkostrad. Adapun PDI-P mengusung Djarot Saiful Hidayat, mantan wagub DKI Jakarta.