SEJUMLAH aksi skimming alias pencurian data pribadi nasabah yang ada di kartu debit belakangan ini marak terjadi. Alat pencuri data dipasang pelaku di mesin ATM. Setelah mendapatkan data nasabah, pelaku kemudian mengeruk uang di rekening nasabah.
Kata kuncinya adalah data.
Di internet kita mengenal istilah phising. Para pelaku memasang “jebakan klik”. Kalau pengguna internet mengklik sebuat tautan, maka akan ada algoritma tertentu yang tertanam di komputer pengguna.
Dengan algoritma itu, para pelaku phising mencuri data-data pribadi, utamanya data perbankan, yang selanjutnya akan digunakan untuk merampok rekening.
Lagi-lagi kata kuncinya adalah data!
Saat ini data tidak bisa dianggap remeh. Di luar sana data kita bertebaran. Di luar sana pula sekelompok orang jahat tengah melirik untuk menadah data tersebut.
Selisih janggal 45 juta data
Yang kini menjadi perbincangan hangat adalah soal selisih 45 juta data KTP elektronik pasca-pendaftaran nomor telepon seluler yang akan berakhir 1 Mei mendatang.
Jadi, ada perbedaan data di Direktorat Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) dan operator seluler. Apa yang sesungguhnya terjadi? Benarkah ada kebocoran data KTP elektronik pasca-registrasi?
Mengapa data KTP elektronik kita penting? Karena kita sedang menuju ke single identity number alias identitas tunggal berbasis nomor.
Nomor apa? NIK, nomor induk kependudukan. Itu lho, sederet nomor panjang yang tertera di KTP Anda.
NIK masa depan warga Indonesia
Setiap warga negara Indonesia yang sudah mengurus akte kelahiran pasti memiliki NIK. Berdasarkan NIK ini nanti akan dikelola semua data setiap individu warga negara untuk mengurus berbagai keperluan. Pada tahap paling awal, registrasi telepon seluler mulai didasarkan pada NIK.
Sejak akhir tahun lalu pemerintah mewajibkan setiap nomor telepon seluler diregistrasi ulang menggunakan NIK.
Setelah lima bulan berjalan, diketahui ada perbedaan jumlah NIK yang didaftarkan pengguna ponsel dengan NIK yang ada di Dirjen Dukcapil Kemendagri.