JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengingatkan masyarakat agar tak bertindak gegabah dalam uji kemampuan peretasan di dunia maya. Sebab, aksi-aksi tersebut akan menimbulkan potensi pidana kejahatan siber.
"Ini perlu diedukasi lagi bahwasanya ini (peretasan) bisa melanggar hukum," kata Setyo di Mabes Polri, Senin (19/3/2018).
(Baca juga: Usut Jaringan Surabaya Black Hat, Polri Gandeng Interpol dan FBI)
Setyo mengungkapkan, ada dua karakteristik peretas di Indonesia. Pertama, peretas yang hanya sekedar iseng menguji kemampuannya membobol sistem pertahanan dan keamanan situs atau akun tertentu. Kedua, peretas yang murni melakukan peretasan atas motif ekonomi.
"Jadi mereka masuk melakukan blackmail, pengancaman, pemerasan untuk mendapatkan ekonomi," kata dia.
Setyo mengatakan, terbongkarnya kelompok peretas Surabaya Black Hat (SBH) baru-baru ini menjadi peringatan kepada publik agar tidak gegabah dalam menguji kemampuannya di bidang informasi dan teknologi.
Menurut dia, Polri akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut apakah motif kelompok ini memenuhi unsur pidana atau tidak.
"Kita lihat kalau secara hukum apakah memenuhi unsur, kita juga lihat apakah keisengan mereka ini buat berdampak luas apa tidak," katanya.
(Baca juga: Surabaya Black Hat, Geng Mahasiswa IT Penjahat Cyber di 40 Negara)
Seperti yang diketahui Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, tiga peretas 600 situs di 40 negara ternyata mahasiswa IT di salah satu kampus di Surabaya, Jawa Timur. Mereka mendapat julukan "Surabaya Black Hat".
Jaringan peretas ini beranggotakan 600-700 orang yang tersebar di sejumlah daerah. Namun, pihak kepolisian baru menangkap tiga orang.
"Jadi, targetnya memang ada enam orang (tersangka) utama, tapi kemarin hanya menangkap tiga. Inisialnya NA, ATP, dan KPS. Tiga-tiganya ini umurnya sekitar 21 tahun dan profesinya adalah mahasiswa di bidang IT," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (13/3/2018).
Menurut Argo, enam orang yang diincar merupakan tersangka utama. Selain meretas situs luar negeri, mereka juga meretas beberapa perusahaan yang ada di Indonesia.
(Baca juga: Polisi Masih Buru 3 Tersangka Peretas dari Kelompok Surabaya Black Hat)
Atas perbuatannya, mereka akan dijerat dengan Pasal 30 jo 46 dan atau Pasal 29 jo45B dan atau 32 Jo Pasal 48 UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukumannya 8 tahun hingga 12 tahun penjara.
Argo mengatakan, penangkapan tiga pelaku bermula dari kerja sama Polda Metro Jaya dengan Internet Crime Complaint Center (IC3) dari Biro Investigasi Federal AS (FBI) yang merupakan badan investigasi utama dari Departemen Keadilan Amerika Serikat (DOJ).
"Jadi, di Amerika sana ada data bahwa ada peretasan sistem elektronik yang dilakukan oleh sekelompok orang di Indonesia. Jadi kelompok itu sudah meretas 40 negara dan ada 3.000 sistem elektronik yang diretas," ujarnya.