JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar meminta calon kepala daerah tidak mengabaikan ketentuan soal dana kampanye yang telah diatur dalam undang-undang.
Ada batasan penerimaan sumbangan dana kampanye, yakni Rp 75 juta untuk perseorangan dan Rp 750 juta untuk badan hukum.
"Dia akan terkena sanksi jika menerima sumbangan lebih besar dari itu," ujar Fritz dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (17/3/2018).
Fritz mengatakan, sanksi administratif yang bisa diterapkan yakni pembatalan orang tersebut sebagai calon kepala daerah.
Bawaslu juga menekankan adanya kepatuhan terhadap laporan penggunaan dana kampanye. Jumlah dana sumbangan dan pengeluaran harus sesuai dan dicantumkan secara lengkap dalam laporan.
Baca juga : Alasan Penggalangan Dana Kampanye Ridwan Kamil Diadakan di Jakarta
Bawaslu, kata dia, tidak melihat laporan akhir penggunaan dana kampanye. Fritz mengatakan, pihaknya akan melihat apakah kegiatan yang selama ini diselenggarakan sudah tercantum dalam laporan.
"Untuk dana kampanye setiap panwas kami akan mencatat. Misal, dalam catatan dana sumbangan Rp 100 juta. Ternyata dalam praktiknya selama ini undang artis, buat baliho, itu jumlahnya lebih dari Rp 100 juta," kata Fritz.
Nantinya panwaslu akan menanyakan dari mana didapatkan dana untuk menutupi sisa yang tak dilaporkan. Jika ada dana sumbangan yangbtidak dilaporkan, maka itu bukan ranah Bawaslu lagi.
Bawaslu menyerahkan pada KPK dan PPATK untuk menelusuri aliran dana serta dugaan pencucian uang dan gratifikasi.
Baca juga : Dana Kampanye Cabup Kudus Dibatasi Maksimal Rp 7,67 Miliar Per Paslon
"Intinya kita bisa hasilkan pemimpin yang sejak awal sudah jujur, termasuk melaporkan dana kampanye," kata Fritz.
Fritz mengatakan, untuk membuat biaya pemilu murah, maka perlu adanya pembatasan anggaran. Saat ini baru ada pembatasan jumlah sumbangan. Selanjutnya, kata dia, perlu diatur berapa standar biaya saksi dan jumlah tim kampanye.
"Jadi ada sebuah kesamaan berapa yang dia keluarkan," kata Fritz.