Namun, media yang memang lebih ditakuti akibat dikenal suka kritik memang kadang dijauhi oleh beberapa kalangan. Padahal, media adalah alat evaluasi lembaga dan personal dalam menjalani kehidupan berdemokrasi.
Media bukan musuh, tetapi sahabat yang selalu menjaga penilian dari pelbagai frame warna pandangan. Maka, keberadaan media wajib difasilitasi sebagai penerima informasi pertama dari seluruh kejadian demokrasi.
Media sebagai sahabat terlihat dari pembentukan media center di lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU maupun Bawaslu dari pusat hingga daerah.
Hal ini agar setiap kejadian tersampaikan ke tangan pembaca secara cepat dan akurat. Bayangkan bila setiap jurnalis ada yang standby di penyelenggara pemilu mulai dari pusat hingga kecamatan., pengawalan pilkada akan terus terjaga sesuai dengan koridor aturan.
Bersama mengawal
Persoalan jurnalis dengan pena-pena pemberitaan yang kritis menjaga setiap kelakuan dari para penyelenggara, pemerintah dan politisi.
Sejumlah tulisan menghadirkan pemberitaan yang adil dan menyeluruh bagi rakyat. Kehadiran media sebagai alat sosialisasi pun menjadi keharusan tersendiri bagi penyelenggara pilkada.
Keaktifan jurnalis yang memberitakan setiap regulasi, baik peraturan KPU maupun peraturan akan pengawasan, bentuk pelanggaran dan tata acara pelaporan tentu akan membantu kerja-kerja pengawasan pilkada. Begitupun juga dengan KPU hingga KPU-KPU daerah.
Bayangkan saja bila setiap regulasi menghiasi lembar berita disaat yang sama ada penyelenggara atau kontestan yang bertindak menyalahi aturan. Maka, rakyat akan bisa menilai sendiri bagaimana kebenaran tindakan melalui pemberitaan regulasi media.
Rakyat akan tercerdaskan melalui konten aturan perundang-undangan beserta penjelasan dan contoh tindakan pelanggaran dengan contoh yang benar-benar terjadi.
Pelanggaran-pelanggaran pilkada yang diberitakan bukan berniat menjatuhkan para kontestan. Pemberitaan pelanggaran sebagai pendidikan politik mana yang harus dan tidak dikerjakan demi mencapai kemenangan pilkada.
Lain hal bila memang pelanggaran tersebut masih ditutupi dengan kampanye media. Untuk hal ini sudah dijamin penyelenggara bahwa kampanye media masuk dalam rumput anggaran yang dibiayai negara melalui APBD yang dikelola oleh KPU.
Di sisi lain, bentuk-bentuk pelanggaran dan proses pelaporan menjadi solusi bagi rakyat untuk lebih cerdas menjaga kualitas demokrasi.
Seandainya setiap rakyat membaca pemberitaan akan pelanggaran lalu tahu cara pelaporan, tentu mereka akan menunggu hasil laporan yang pada akhirnya mengetahui pola pelanggaran dan pencegahan.
Selain itu, evalusai pilkada lebih sederhana dengan bantuan pemberitaan media. Karena evaluasi dilakukan media setiap hari tanpa menunggu pilkada selesai diselenggarakan, maka rakyat seketika mengetahui bagaimana cara berpolitik yang baik, berkampanye sesuai aturan, menjabat sesuai kerja, dan menjaga demokrasi dengan partisipasi berbasis kepemilikan demokrasi oleh rakyat.
Terakhir, media sebagai pengawal pilkada harus kembali mesra, baik dengan Pemerintah, pihak keamanan, penyelengggara pemilu dalam hal ini KPU-Bawaslu, namun tetap dan wajib kritis dalam hal-hal tertentu, dan yang terpenting adalah bekerja sama dengan kekuatan kelompok-kelompok sipil demokratik dan para pemerhati pemilu, demi satu tujuan yaitu menjaga proses pilkada yang berintegritas.
Informasi dan data adalah fondasi perbaikan kualitas demokrasi. Rakyat sebagai pemilik bangsa sesuai konstitusi adalah tuan yang harus diberitahu setiap saat. Barulah pilkada berintegritas benar-benar terlaksana bukan sekedar teori di atas kertas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.