Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Ahli, Setya Novanto Terindikasi Pencucian Uang

Kompas.com - 12/03/2018, 19:08 WIB
Abba Gabrillin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menduga bahwa terdakwa Setya Novanto terindikasi melakukan tindak pidana pencucian. Hal itu terlihat dari sejumlah transaksi keuangan dari luar negeri yang diduga ditujukan kepada Novanto.

Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/3). Sidang mantan ketua DPR itu beragenda mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/3). Sidang mantan ketua DPR itu beragenda mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum.
Hal itu dikatakan Yunus saat memberikan keterangan sebagai ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (12/3/2018). Yunus dihadirkan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Jadi, kalau ada transaksi yang dilakukan beberapa orang atau dengan modus yang berupaya menyembunyikan asal usul, itu bisa dianggap layering. Menyamarkan asal usul bertransaksi," kata Yunus Husein kepada jaksa KPK.

Baca juga: Saat di Rumah Sakit, Setya Novanto Dipasangi Jarum Infus untuk Anak-anak

Jaksa KPK kemudian menanyakan model transaksi lintas negara tanpa transfer perbankan. Salah satunya menggunakan barter sesama money changer seperti dalam kasus Setya Novanto.

Menurut jaksa, dalam kasus ini pihak penerima mendapatkan uang secara tunai. Padahal, uang tersebut bersumber dari perusahaan Biomorf yang berdomisili di negara Mauritus. 

"Ada beberapa karakter mencurigakan. Mauritus ini termasuk high risk country dalam pencucian uang. Ini banyak melibatkan money changer," kata Yunus.

Baca juga: Terima Uang Tanpa Transfer Bank, Begini Aliran Uang untuk Setya Novanto

Menurut Yunus, penggunaan uang tunai biasanya agar sumber uang sulit dilacak dan tidak meninggalkan jejak. Dalam kasus ini, ada indikasi penerima dan pengirim menghapus transaksi untuk menghindari pelaporan.

"Kalau ini agak complicated. Ini direncanakan untuk sembunyikan asal-usul," kata Yunus.

Menurut Yunus, melakukan pengiriman uang tanpa transfer langsung biasanya karena jumlah uang tidak sesuai profil penerima. Kemudian, sengaja untuk menghindari pelaporan.

Selain itu, uang tersebut juga diketahui bersal dari tindak pidana.

Kompas TV Irvanto adalah keponakan Novanto yang juga menjadi tersangka kasus KTP elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com