Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Jokowi, Antara Koalisi Gemuk dan Isu Keagamaan

Kompas.com - 07/03/2018, 21:56 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyaknya nama yang beredar di publik terkait dengan calon wakil presiden pendamping Joko Widodo dinilai membuat Jokowi berada dalam posisi dilematis.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari melihat ada dua persoalan yang menjadi pertimbangan cukup berat bagi Jokowi dalam memilih pendampingnya.

Pertama, kata Qodari, Jokowi dihadapkan pada koalisi pendukung yang loyal dan kurang loyal. Menurut dia, jika Jokowi memilih cawapres dari pihak yang kurang loyal, maka akan memicu konflik dari kalangan koalisi yang loyal terhadap Jokowi.

"Karena yang loyal bakal marah, 'kok kita udah loyal malah diambil yang kurang loyal',' ujar Qodari pada diskusi media bertema Peta Politik Indonesia: Kiprah ICMI dalam Tahun Politik 2018, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Baca juga : Diusulkan Jadi Cawapres Jokowi, Ini Jawaban Prabowo

Situasi itu akan membahayakan koalisi parpol di kubu Jokowi. Di satu sisi, Qodari mengungkapkan bahwa pastinya para pimpinan parpol memiliki kalkulasi dan agenda yang berbeda, sehingga membuat mereka ingin mengusung calon dari internal partai.

"Pasti mereka ingin calonnya maju, bukan dari yang lain. Sekalipun tokoh yang disodorkan harus disepakati, kan belum tentu juga," katanya.

Celah untuk menyerang Jokowi

Qodari juga mengungkapkan adanya dua isu yang bisa menyerang elektabilitas Jokowi. Dua isu itu, yakni isu ekonomi dan isu keagamaan.

Qodari melihat isu ketimpangan sosial dan ekonomi di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur serta isu bahwa Jokowi dicitrakan anti-Islam juga akan berpengaruh pada pemilihan kandidat cawapres.

"Kalau yang dianggap penting isu ekonomi mungkin akan diambil cawapres dari kalangan ekonomi. Tapi kalau dianggap penting isu agama, maka yang punya latar belakang santri," kata dia.

Baca juga : Muhaimin Iskandar: Dukungan Menjadi Cawapres Jokowi Menguat

Namun demikian, Qodari melihat isu keagamaan lebih memiliki pengaruh dominan terhadap citra Jokowi. Jika Jokowi mengambil cawapres dari kalangan santri, maka Jokowi bisa menepis isu-isu keagamaan yang menyerang dirinya.

Qodari melihat posisi dilema Jokowi pada tahun ini mirip dengan dilema politis yang dihadapi Susilo Bambang Yudhoyono pada Pilpres 2009. Dengan kondisi koalisi yang besar, waktu itu SBY mengambil cawapres bukan dari kalangan parpol, melainkan Boediono, selaku tokoh senior yang diyakini tidak akan maju pada pilpres berikutnya.

"Nah kalau Pak Jokowi mengambil tokoh non partai kemudian diperkirakan tidak akan maju, maka parpol yang mendukung Jokowi akan merasa senang, gitu loh," ujarnya.

Kompas TV Pendaftaran calon presiden dan wakil presiden baru dibuka pada 4 Agustus mendatang. Namun lobi-lobi politik sudah berlangsung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com