Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Sanksi Bertahap Ke Ormas, Pemerintah Dinilai Masih Gagap

Kompas.com - 06/03/2018, 19:20 WIB
Yoga Sukmana,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum pemohon uji materi UU Ormas M Kamil Pasha menilai, potensi pemerintah melakukan tindakan sewenang-wenang kepada ormas sangat besar.

Meski di dalam UU Ormas ada ketentuan tahapan pemberian sanksi, namun pemerintah dinilai masih gagap menerapkan aturan itu. Menurutnya, hal itu terlihat dalam sidang gugatan di MK beberapa waktu lalu.

"Pemerintah sendiri masih gagap karena kemarin pihak hakim, beberapa hakim, mempertegas, sanksi UU ormas ini, peringatan dulu itu wajib atau enggak? Atau bisa dilangkahi dengan langsung pembubaran? Itu diminta ketegasannya," ujarnya di Gedung MK, Jakarta, Selasa (6/3/2018).

Kamil mengatakan, pemerintah belum tegas menjawab prosedur sanksi bagi ormas apakah akan dilaksanakan sesuai ketentuan mulai dari peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan status badan hukum atau ketentuan terdaftar.

(Baca juga: Keterangan DPR Soal UU Ormas di MK Dinilai Sudah Basi)

"Kalau untuk yang berat kenapa harus lewat peringatan dulu? Nah ini kan masalah, udah enggak ada persidangan, sanksi administrasinya pun bisa dilangkahi," kata Kamil.

Padahal menurut Kamil, dalam UU Ormas terdahulu ada proses persidangan yang memutuskan apakah satu ormas melanggar ketentuan atau tidak.

Setelah itu pemerintah mengambil keputusan setelah berdasarkan keputusan pengadilan. Bila dibubarkan, ormas lantas bisa menggugat keputusan pemerintah itu ke PTUN.

Namun dengan adanya UU Ormas yang baru, pemerintah yang memiliki kewenangan untuk menilai ormas melanggar aturan atau tidak. Pemerintah pula yang bisa mengambil keputusan mencabut status ormas.

Sementara upaya hukum yang bisa dilakukan oleh Ormas hanya ada di PTUN setelah keputusan pemerintah diambil.

(Baca juga: DPR Minta MK Tolak Seluruh Gugatan UU Ormas)

Sebelumnya, DPR menyatakan tidak sependapat dengan para pemohon gugatan UU Ormas. Misalnya terkait potensi tindakan sewenang-wenang pemerintah mencabut izin ormas dengan menggunakan produk hukum tersebut.

"UU Ormas (justru) telah memberikan ketentuan yang membatasi pemerintah agar tidak berbuat sewenang-wenang memberikan sanksi terhadap ormas," ujar Anggota Komisi III Arteria Dahlan saat membacakan keterangan DPR dalam sidang lanjutan gugatan UU Ormas MK.

Menurut DPR, pemerintah memang memiliki kewenangan untuk mencabut status badan hukum atau surat ketentuan terdaftar suatu ormas. Hal itu tercantum di dalam UU Ormas.

Namun kata Arteria, pemerintah tidak bisa begitu saja mencabut status badan hukum ormas. Ada prosedur lain yang harus dilalui sebelum sampai kepada pemberian sanksi berupa pencabutan status tersebut.

Kompas TV Masyarakat dinilai masih menginginkan produk legal untuk mencegah radikalisme leluasa menggerogoti kehidupan berbangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com