JAKARTA, KOMPAS.com — Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengakui kini dirinya harus berhati-hati dalam berbicara.
Sebab, kalimatnya tak jarang dipelintir dan dipersepsikan lain di media konvensional maupun media sosial.
Ia menduga hal ini berkaitan dengan tahun politik karena pilkada serentak digelar dan persiapan Pemilu 2019 dilakukan.
Tito memberi contoh soal videonya yang viral beberapa waktu lalu. Di video itu, pernyataan Tito seolah mengesampingkan ormas Islam selain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Ia mengatakan, pidato itu ia sampaikan selama sekitar 20 menit. Namun, yang viral hanya berdurasi 2 menit.
"Yang dimaksud gerakan lain bisa merontokkan NKRI yaitu adanya gerakan yang bukan asli Indonesia. Ada gerakan dari jaringan Al Qaeda, ISIS dengan gerakan takfiri, ini jelas masuk ke Indonesia," kata Tito saat menghadiri acara Tarbiyah PERTI di Jakarta, Sabtu (3/3/2018).
(Baca juga: Kapolri: Sisa Kelompok Saracen Masih Eksis Sebarkan Hoaks)
Tito mengatakan, negara ini berpotensi terpecah jika kelas menengah masih menjadi minoritas. Selain itu, ada juga masuknya paham ideologi dari luar yang bertentangan dengan Pancasila.
Pidato tersebut, kata Tito, merupakan imbauan pada NU dan Muhammadiyah yang berpotensi jadi sasaran pengaruh ideologi takfiri.
Ia mencontohkan kasus penyerangan terhadap Gereja Santa Lidwina di Sleman, Yogyakarta. Ternyata pelakunya berasal dari keluarga NU, tetapi dia terpapar aliran radikal.
Hal ini jelas bertentangan dengan ideologi NU yang menentang kekerasan dan terorisme. Oleh karena itu, Tito meminta NU sebagai tuan rumah yang mengundang dirinya agar introspeksi dengan adanya fakta tersebut.
"Setelah dipelajari, yang bersangkutan sudah mengadopsi paham takfiri. Dari NU ke takfiri, kok bisa?" kata Tito.
Intinya, kata Tito, ia menyampaikan kekhawatiran itu dalam pidatonya. Namun, pernyataan itu dipelintir di media sosial.
(Baca juga: Kapolri: Isu Penyerangan Ulama Mayoritas Hoaks)
Ia meminta maaf jika potongan video tersebut sempat membuat Tarbiyah PERTI salah paham dan merasa kesal dengan dirinya.
"Kita memahami bahwa tiap Muslim adalah bersaudara dan wajib memaafkan yang meminta maaf. Saya dari lubuk hati terdalam, kalau tidak nyaman, saya minta maaf. Tapi tidak ada niat saya untuk menepikan yang lain," kata Tito.
Kapolri mengatakan sudah menemui pihak yang memviralkan videonya itu. Setelah diajak bicara, pelaku mengaku ada maksud tertentu. Ada motif politis di balik penyebaran video itu untuk mendeligitimasi Tito dan Polri.