JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menilai, berkembangnya isu grasi untuk Abu Bakar Ba'asyir hanya sebatas spekulasi.
"Jangan seenaknya, kemudian melempar isu (grasi)," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Menurut Wiranto, pemberian grasi atau abolisi tidak bisa diberikan begitu saja kepada terpidana, apalagi kasus terorisme. Dia mengatakan, perlu prosedur hukum dan proses yang cukup dapat dipertanggungjawabkan dari sisi hukum.
Mantan Panglima Angkatan Bersenjata RI itu menuturkan, sebelum sampai kepada satu keputusan, pemerintah pasti akan membicarakannya lebih dulu.
Wiranto juga membantah isu pengekangan Abu Bakar Ba'asyir di penjara. Menurut dia, tidak ada pengekangan. Bahkan, menurut Wiranto, ada layanan kesehatan yang cukup baik untuk merawat Ba'asyir.
"Nanti kamu bincangkan dengan kementerian dan lembaga yang bersangkutan dengan masalah penghukuman dan pengampunan," kata dia.
(Baca juga: Jika Jadi Tahanan Rumah, Ba'asyir Janji Tidak Lagi Terlibat Terorisme)
Presiden Joko Widodo sebelumnya menyetujui usulan pemindahan Abu Bakar Ba'asyir ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik. Presiden mengatakan, keputusannya itu didasarkan kepada alasan kemanusiaan.
"Ini kan sisi kemanusiaan yang saya kira juga untuk semua. Kalau ada yang sakit, tentu saja kepedulian kita untuk membawanya ke rumah sakit untuk disembuhkan," kata Jokowi.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, rencana perubahan status Abu Bakar Ba'asyir dari tahanan di Lapas Gunung Sindur menjadi tahanan rumah adalah ide Presiden Joko Widodo sendiri.
Presiden Jokowi, lanjut Ryamizard, mengusulkan agar Ba'asyir dipindahkan di rumahnya di Sukoharjo, Jawa Tengah. Presiden ingin Ba'asyir dirawat oleh keluarga sendiri dan tidak jauh-jauh dari keluarganya.