JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik kesepakatan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).
Kesepakatan tersebut, yakni penghentian penyelidikan perkara korupsi oknum pejabat daerah yang mengembalikan uang hasil korupsinya.
"Pernyataan itu tidak tepat dan bertentangan dengan Pasal 4 UU Tipikor," ujar Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Almas Sjafrina kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
(Baca juga : Kabareskrim: Anggaran Penyidikan Kasus Korupsi Lebih Besar daripada Kerugian Negara)
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebutkan dengan jelas Bunyinya: Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Sementara Pasal 2 dan 3 mengatur tentang waktu pidana dan denda setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Dengan dasar hukum itu, kata Almas, maka penyelidikan korupsi oknum pejabat yang mengembalikan uang korupsi tidak bisa dihentikan dan harus tetap berjalan.
(Baca juga : Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi Bisa Tak Dipidana)
Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebelumnya menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, dalam kesepakatan tersebut, oknum pejabat pemerintahan daerah yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihentikan perkaranya jika mengembalikan uang yang dikorupsinya.
"Kalau masih penyelidikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kami lihat mungkin persoalan ini tidak kita lanjutkan ke penyidikan," kata Ari di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
(Baca juga : Jokowi Minta Koruptor, Bandar Narkoba, dan Teroris Diberi Hukuman Berat)
Namun demikian, penghentian perkara dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati.
Polri atau Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP untuk melakukan penelitian di internal pemerintahan daerah yang terindikasi korupsi.
Jika APIP hanya menemukan indikasi pelanggaran administrasi maka akan ditangani di internal kelembagaan.
Sebaliknya, apabila ditemukan unsur tindak pidana, maka aparat hukum menindaklanjutinya.
"Kalau memang itu pelanggaran administrasi, akan ditindaklanjuti oleh APIP. Kalau memang tindak pidana, APIP akan menyerahkan ke APH, apakah itu nanti Kejaksaan atau Kepolisian," ujar Ari.
Namun demikian, kata dia, oknum pejabat daerah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan berniat mengembalikan uang negara yang dikorupsi, maka Polri atau Kejagung bisa mempertimbangkan penghentian perkara yang bersangkutan.