JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo belum menegaskan kapan eksekusi mati jilid IV akan dilakukan. Sebab, pada 2017 isu eksekusi mati kuat berembus, namun Kejaksaan Agung tak juga melakukan eksekusi.
Namun, kali ini Jaksa Agung memberi sinyal bahwa eksekusi akan digelar tahun ini.
"Ya Insya Allah (tahun ini). Insya Allah ya," ujar Prasetyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
Di era Prasetyo, eksekusi mati sudah dilakukan tiga kali. Prasetyo mengatakan, pihaknya sempat menahan pelaksanaan eksekusi mati bukan akibat desakan dari dalam maupun luar negeri.
(Baca juga: Komnas HAM: Eksekusi Mati di Era Jokowi Lebih Banyak Daripada Era SBY)
Prasetyo memastikan bahwa pelaksanaan eksekusi tetap ada selama masih diatur dalam undang-undang.
"Jangan dipikir kami tidak akan melaksanakan. Untuk putusan hukuman mati yang sudah inkrah dan urusan telah terpenuhi, kami laksanakan," kata Prasetyo.
"Timing-nya kami sedang timbang-timbang, kapan saat yang tepat untuk melaksanakan eksekusi," ujar dia.
Hanya saja, kata dia, Kejaksaan Agung menghadapi regulasi yang mempersulit pelaksanaannya.
(Baca juga: Terhambat Regulasi, Jaksa Agung Akan "Hold" Eksekusi Mati Jilid IV)
Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 107/PUU-XII/2015, yang menyatakan permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.
Selain itu, terpidana juga kerap beralasan belum mengajukan Peninjauan Kembali untuk menghindari eksekusi mati. Pengajuan PK menjadi penting bagi terpidana hukuman mati karena bisa saja lolos dari maut jika ada bukti baru yang diterima pengadilan.
"Sekarang mereka itu masih memanfatkan bahwa grasi tidak dibatasi, bisa ajukan PK lebih sekali. Itu persoalan karena hukuman mati khusus. Tidak seperti hukuman lain," kata Prasetyo.