JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengaku tak pernah memikirkan jika nantinya ditunjuk sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2019.
Ia menambahkan, dirinya tak mau berandai-andai ihwal penunjukan cawapres Jokowi dalam pemilu nanti.
"Kami enggak mau berandai-andai. Kami berdoa saja dulu," kata Airlangga di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Airlangga mengatakan, yang terpenting adalah cawapres pendamping Jokowi memiliki elektabilitas yang tinggi sehingga mampu mendongkrak elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Ya nanti (soal cawapres) kami lihat perkembangan, yang penting elektabilitas (tinggi)," kata Airlangga.
(Baca juga: JK Tolak Cawapres, Golkar Genjot Elektabilitas Airlangga Hartarto)
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan, ada dua kriteria ideal sosok cawapres pendamping Jokowi pada Pilpres 2019 mendatang.
"Pertama bisa menambah elektabilitas," ujar Kalla usai acara Rapimnas Lembang 9 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (26/2/2018).
Menurut Kalla, siapa pun calon pendamping Jokowi di Pilpres 2019, wajib memiliki elektabilitas dan dikenal publik secara luas. Sehingga, kehadirannya bisa ikut meningkatkan elektabilitas Jokowi.
Kedua, kata Kalla, kriteria ideal cawapres Jokowi yakni tokoh yang berpengalaman. Sebab, ujar Kalla, menjadi wakil presiden berarti harus mampu mengerjakan tugas seorang presiden.
Ia mencontohkan BJ Habibie yang harus mengemban tugas sebagai Presiden saat Presiden Soeharto mengundurkan diri karena desakan yang kuat oleh publik pada 1998 silam.
"Kalau tidak pengalaman, Pak Habibie kalau tidak siap bagaimana? Jadi di sampingnya juga harus bisa pengalaman di pemerintahan," kata Kalla.
"Kalau tidak punya pengalaman di pemerintahan, juga nanti sulit mengatur di dalam pemerintah (itu sendiri)," ujar dia.