Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

The Family MCA dan Saracen, Bisnis Hoaks Serupa tetapi Tak Sama

Kompas.com - 28/02/2018, 07:55 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Penangkapan kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA) mengingatkan pada kasus kelompok Saracen yang diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Agustus 2017. Modus kelompok Saracen dan MCA sama, yakni menyebarkan ujaran kebencian dan konten berbau SARA.

Hanya saja, MCA juga menyebarkan konten berisi virus kepada pihak tertentu yang bisa merusak perangkat si penerima.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Mohammad Iqbal mengakui bahwa secara karakteristik, MCA menyerupai Saracen.

"Ada beberapa karakteristik yang agak mirip, tetapi ini berbeda," ujar Iqbal di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/2/2018).

(Baca juga : Masuk Grup Inti The Family MCA, Anggota Diseleksi dan Dibaiat)

Namun, Iqbal belum mau mengungkap karakteristik apa yang dimaksud, termasuk menjelaskan motif para pelaku menyebarkan ujaran kebencian dan konten SARA. Sementara motif kejahatan Saracen untuk kepentingan ekonomi.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Mohammad Iqbal.KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Mohammad Iqbal.
Para anggota Saracen, Sri Rahayu Ningsih, Muhammad Faisal Tonong, Jasriadi, dan Mohammad Abdullah Harsono, menetapkan tarif sekitar Rp 72 juta dalam proposal yang ditawarkan kepada sejumlah pihak.

Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial milik mereka sesuai pesanan.

(Baca juga : Muslim Cyber Army Berkomunikasi Pakai Aplikasi Zello)

Saat merilis penangkapan 18 pelaku ujaran kebencian beberapa waktu lalu, Kasubdit I Ditsiber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar memberi tahu bahwa ada kelompok semacam Saracen yang berkembang di Jawa Barat.

Namun, saat itu ia belum mengungkapnya.

Setelah ada penangkapan anggota The Family MCA, Irwan mengakui bahwa kelompok yang dia maksud adalah kelompok tersebut.

"Iya, kelompok yang mirip Saracen itu. Mereka inilah di atasnya," kata Irwan.

(Baca juga : Ketum MUI: Jangan Gunakan Nama Muslim untuk Sebar Hoax)

Irwan mengatakan, kelompok Saracen memiliki struktur organisasi, seperti ketua, sekretaris, dan koordinator daerah. Sementara MCA tidak memiliki struktur organisasi seperti itu.

Kelompok MCA memiliki anggota hingga puluhan ribu di beberapa daerah. Hal itu terlihat dari penangkapan para pelaku di lima tempat berbeda, yakni Muhammad Luth (40) di Tanjung Priok, Rizki Surya Dharma (35) di Pangkal Pinang, Ramdani Saputra (39) di Bali, Yuspiadin (24) di Sumedang, dan Romi Chelsea di Palu.

Irwan menyebut, MCA memiliki banyak kelompok sejenis dengan nama berbeda, tetapi tetap menggunakan embel-embel MCA.

"Mereka kan punya cyber troops, bahkan punya akademi tempur MCA, punya tim 'sniper'. Nantilah dijelaskan," kata Irwan.

Baca juga: Kelompok Muslim Cyber Army Sebarkan Hoaks Penganiayaan Ulama dan PKI

Saat ini, para tersangka masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Kelompok MCA diketahui menyebarkan isu-isu provokatif di media sosial dengan unsur ujaran kebencian dan diskriminasi SARA.

Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh tertentu. Termasuk menyebarkan isu bohong soal penganiayaan pemuka agama dan perusakan tempat ibadah yang ramai belakangan.

Taidk hanya itu, pelaku juga menyebarkan konten berisi virus kepada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.

Anggota MCA tidak hanya berada di dalam negeri, tetapi ada juga warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Polisi memastikan akan memburu para pelaku, baik di Indonesia maupun luar negeri.

Kompas TV Kelompok ini diduga menyebarkan isu-isu provokatif hingga menyebarkan virus yang dapat merusak perangkat komputer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com