JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardly Stefano mengingatkan agar lembaga penyiaran tidak menyiarkan hasil jajak pendapat dan hitung cepat pada Pemilihan Umum 2019 sebelum seluruh tempat pemungutan suara (TPS) ditutup. Hal itu ditujukan untuk mencegah terjadinya penggiringan opini.
"Penyampaian hasil jajak pendapat pada hari atau masa tenang sebelum TPS tutup ini merupakan penggirangan opini. Lagi-lagi ini (dilakukan oleh) yang punya akses," ujar Hardly di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (26/2/2018).
Seringkali penayangan hasil jajak pendapat dan hitung cepat pada pemilu dan pilkada memancing kegaduhan di kalangan masyarakat antar daerah yang sedang mengikuti proses pemilihan.
"Ketika misalnya, di Papua (TPS) sudah tutup, lalu muncullah grafik yang anomali ada kemenangan salah satu calon, ini menggiring (opini) yang dua jam lagi baru tutup di barat," kata dia.
Baca juga : Pemilu 2019, Dewan Pers Minta Media Jaga Independesi
Selain persoalan jajak pendapat dan hitung cepat, Hardly menyoroti peliputan lapangan terhadap para calon yang cukup intens. Kondisi ini juga memungkinkan para calon saling klaim kemenangan dan memperparah friksi di masyarakat luas.
Hardly juga mengkritik adanya para peserta yang menjadi partisipan dalam program siaran tertentu. Menurut dia, tak semua calon memiliki akses atau sumber daya untuk memanfaatkan program siaran demi kepentingan politis.
"Hanya saja jika menjadi host tidak boleh membawa atribut partainya," papar Hardly.
Selain itu, program dialog dan monolog yang diselenggarakan lembaga penyiaran harus menyediakan kesempatan yang sama bagi para calon. Hardly meminta agar lembaga penyiaran tidak menghadirkan pertanyaan yang tendensius dalam program tersebut.
"Jangan sampai satu atau dua calon mendapatkan kesempatan sama, substansi pertanyaannya sangat ringan, satunya lagi sangat tendensius, itu bahaya juga," ungkapnya.
Baca juga : Peserta Pemilu Boleh Kampanye di Media Massa Hanya 21 Hari
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI juga mengingatkan peserta pemilu boleh berkampanye di media massa pada 21 hari sebelum masa tenang, yakni 24 Maret-13 April 2019.
Masa kampanye Pemilu berlangsung mulai 23 September 2018 sampai 13 April 2019. Sedangkan masa tenang pemilu 2019 akan berlangsung pada tanggal 14-16 April 2019 dan pemungutan suara tanggal 17 April 2019.
"Iklan (peserta pemilu) di media massa cetak, elektronik, online, 21 hari sebelum masa tenang," kata Ketua Bawaslu RI, Abhan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (26/2/2018).
Bawaslu juga mengingatkan larangan bagi setiap orang yang melakukan kampanye untuk peserta pemilu di luar jadwal yang sudah ditetapkan penyelenggara pemilu.