JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai, saat ini Wakil Presiden Jusuf Kalla paling ideal kembali mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019.
Meski demikian, kata Bambang, harus dikaji kembali pencalonan Kalla berdasarkan peraturan perundang-undangannya.
Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
"Cawapres menurut kami yang tertinggi berdasarkan survei memang masih Pak JK. Cuma memang sekarang sedang dikaji apakah UUD kita memperbolehkan wapres itu lebih dari dua kali," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/2/2018).
(Baca juga : PDI-P Sebut Jokowi Bisa Gandeng Cawapres Kalangan Profesional)
Nama lain yang juga muncul sebagai cawapres mendampingi Jokowi adalah putra pertama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY.
Namun, Bambang memandang, Jokowi memerlukan cawapres yang mampu mengangkat elektabilitas.
Menurut dia, selain JK, nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bisa didorong menjadi pasangan Jokowi.
"Kalau Pak JK tidak boleh, maka yang ideal adalah pasangan Jokowi-Prabowo," tuturnya.
(Baca juga : PDI-P Masih Beda Sikap soal Duet Jokowi-JK untuk Pilpres 2019)
Ketua DPR itu mengatakan, jika melihat Pilpres 2014, menyandingkan Prabowo sebagai cawapres Jokowi juga menghindari perpecahan antara kedua pendukungnya, baik di masyarakat maupun di parlemen.
Ia berpendapat, munculnya Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) sangat berpengaruh pada kinerja DPR.
Di sisi lain, pertarungan sengit juga terjadi antara pendukung Jokowi dan Prabowo di masyarakat hingga pasca-Pilpres.
"Adanya KMP dan KIH di parlemen juga sangat memengaruhi akhirnya kinerja pemerintahan satu tahun pasca-Pilpres. Kan agak stuck, tidak langsung bisa berlari karena di parlemen ada perpecahan, ya pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo," tuturnya.
"Jadi ke depan saya pikir dibutuhkan kesadaran bagi kita sebagai anak bangsa untuk mendahulukan kepentingan rakyat dan mendorong pasangan yang minim potensi perpecahannya," kata Bambang.