JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana pengusungan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu Presiden 2019 kembali mengemuka di internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Namun, wacana ini masih menimbulkan pro dan kontra di internal partai itu. Sejumlah pengurus menilai ada celah aturan yang memungkinkan kembali duet Jokowi-JK, sementara lainnya melihat tidak demikian.
Ketua DPP (nonaktif) PDI-P Puan Maharani menyatakan mungkin saja Wakil Presiden Jusuf Kalla akan kembali disandingkan dengan Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2019. Menurut Puan, hal tersebut masih akan dikaji PDI-P karena UUD 1945 mengamanatkan jabatan presiden dan wakil presiden hanya bisa dijabat dua periode.
Saat ini, Kalla telah dua kali menjabat wakil presiden. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu menilai, dalam setiap impelementasinya, peraturan perundang-undangan kerap berubah-ubah. Karena itu, ia mengatakan masih perlu kajian khusus terkait pencawapresan Kalla mendampingi Jokowi pada Pemilu 2019.
Baca juga: JK Kembali Menjadi Wapres Jokowi?
"Ya, kami lihatlah dinamikanya di Komisi II dan bagimana di MK (Mahkamah Konstitusi). Tentu saja itu menjadi kajian yang harus kami kaji di internal partai," kata Puan di lokasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI-P, Sanur, Bali, Minggu (25/2/2018).
Hal senada disampaikan Wakil Sekjen PDI-P Ahmad Basarah. Ia mengatakan, pencalonan Kalla sebagai wakil Jokowi nantinya melihat proses politik ke depan.
Ada celah peraturan
Basarah pun melihat belum ada aturan tegas terkait larangan seseorang menjadi wakil presiden lebih dari dua kali selama tidak berturut-turut. Pasal 7 UUD 1945 hanya menyatakan, seorang calon presiden hanya boleh dipilih lagi dalam satu kali periode, tidak ada penjelasan apakah periode selanjutnya berturut-turut atau tidak.
"Kalau analoginya kepala daerah, yang diatur dua periode kan jabatan kepala daerah, bukan wakilnya. Pengertian dua periode itu pun kalau diasumsikan berlaku seperti kepala daerah, yang tidak boleh dua periode berturut adalah presiden. Tidak diatur mengenai wapres," kata Basarah.
Baca juga: Jusuf Kalla Tak Akan Dampingi Jokowi di Pilpres 2019
Untuk mengetahui kepastiannya, Basarah menyatakan bakal memintakan tafsir hukum tersebut ke MK. Ia mengatakan perlu ditegaskan apakah wapres mengikuti presiden sehingga juga tidak boleh menjabat dua periode.
Bahkan, kata Basarah, bisa saja dikeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) jika nantinya MK memutuskan bahwa tak masalah wakil presiden dijabat lebih dari dua kali selama sebelumnya tidak berturut-turut.
"Bisa, dong (perppu). Ini kan kegentingan yang memaksa. Ini kan kita bicara tata negara. Bukan bicara tentang memberi dukungan kepada JK. Harus digarisbawahi, dong," lanjut Basarah.
Internal PDI-P masih beda pendapat
Sementara itu, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto telah menegaskan partainya tak akan mengusung Kalla sebagai cawapres Jokowi lantaran tersandung UUD 1945.
Hasto mengatakan, hampir mustahil menyandingkan kembali Jokowi dengan Kalla lantaran terganjal peraturan perundang-undangan. Sebab, berdasarkan UUD 1945, jabatan presiden dan wakil presiden hanya bisa dijabat dua periode.
Karena itu, ia mengatakan, PDI-P hanya bisa melibatkan Kalla dalam penetapan cawapres Jokowi, bukan untuk menyandingkannya kembali.
"Kita terikat pada ketentuan UUD 1945. Masa jabatan hanya dua periode, tetapi yang kami maksud Pak JK sebagai tokoh bangsa, wapres dua periode tentu punya pandangan yang baik. Pandangan siapa yang tepat mendampingi Pak Jokowi," lanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.