JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, musibah longsor yang terjadi di Brebes, Jawa Tengah bukan karena pembalakan hutan liar atau illegal logging.
"Tidak ada permukiman di sepanjang lintasan longsor. Ini murni bencana alam, jadi tidak ada kaitannya dengan illegal logging, konversi alam," kata Sutopo di kantornya, Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Apalagi, kata Sutopo, wilayah perbukitan Gununglio yang merupakan cikal-bakal terjadinya musibah tersebut, adalah area rawan bencana tanah longsor.
Ini disebabkan karena kemiringan lerengnya yang terjal, lalu bebatuannya adalah batu napal. Sementara, di bagian atas tanah liatnya gembur.
"Saat hujan ada retakan-retakan air mengisi pori-pori tanah. Ketika sampai pada batuan napal yang kedap air, dia menjadi bidang peluncur, meluncur ke bawah alias longsor," ucap Sutopo.
(Baca juga: BNPB: Tanda-tanda Longsor Brebes Sudah Ada Dua Pekan Sebelumnya)
Sutopo juga menerangkan, tak cuma hutan yang dialihfungsikan sebagai permukiman saja yang bisa terjadi longsor. Namun, hutan dengan kondisi yang bagus pun punya potensi sama.
"Jadi yang perlu dipahami hutan yang bagus bisa terjadi longsor. Apalagi kalau hutan resapan air berubah menjadi permukiman, maka potensi longsornya semakin tinggi," kata dia.
Musibah longsor itu terjadi di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (22/2/2018) pukul 08.45 WIB.
Data sementara BNPB, musibah tersebut memakan korban meninggal dunia tujuh orang, 13 orang hilang, dan belasan orang luka-luka.
Pencarian terhadap korban hilang terus dilakukan oleh tim gabungan dan warga. Sesuai prosedur, pencarian akan dilakukan selama tujuh hari dan ditambah tujuh hari lagi jika belum ditemukan.