JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengaku prihatin dengan penanganan kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK Novel Badwedan.
Sebab, hingga 10 bulan penyidikan, polisi tidak bisa menemukan siapa pelakunya. Din menduga pelakunya pasti bukan orang sembarangan.
"Sampai saya merasa curiga, menimbulkan kesimpulan ini luar biasa canggihnya pelakunya atau rekayasa yang melakukan tindakan kekerasan atas Novel sehingga belum bisa diungkap," ujar Din di kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Din mengaku heran mengapa penyidikan kasus Novel memakan waktu cukup lama. Namun, ia enggan menyimpulkan ada sesuatu yang ditutupi dalam kasus itu.
(Baca juga: Novel Baswedan: Terima Kasih Presiden Jokowi yang Bantu Pengobatan Saya)
Menurut dia, Polri harus bekerja lebih keras untuk mengusut tuntas pelaku hingga dalang di baliknya.
"Ini terus terang menjadi tantangan bagi Polri, termasuk PR (pekerjaan rumah) yang harus diselesaikan," kata Din.
Wajah Novel Baswedan disiram air keras setelah ia menunaikan shalat subuh berjamaah di Masjid Al Ikhsan, Jalan Deposito RT 003/RW 010, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017.
Seusai mendapat serangan, Novel dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sore harinya, Novel dirujuk ke Jakarta Eye Center.
(Baca juga: Polisi Belum Menyerah Tangani Kasus Novel Baswedan)
Luka parah pada kedua mata Novel akibat siraman air keras ternyata tak cukup ditangani di Indonesia. Pada 12 April 2017, dokter merujuk agar Novel mendapatkan perawatan mata di Singapura.
Pada 17 Agustus 2017 lalu, Novel menjalani operasi pertama di Singapura.
Hingga saat ini, kasus penyiraman air keras terhadap Novel belum juga menemukan titik terang. Setelah lebih dari sepuluh bulan sejak penyerangan dilakukan, polisi belum juga menetapkan satu pun tersangka.