JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan, dirinya memerintahkan jajaran reserse di tingkat Polda dan Polres untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Kesehatan.
Hal ini berkaitan dengan maraknya kasus penyerangan yang pelakunya dianggap mengalami gangguan kejiwaan.
"Juga dengan Satpol PP untuk patroli bersama kalau ada orang yang berperilaku aneh yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, oleh Dinsos dilakukan pendalaman," ujar Ari di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Selain itu, Ari juga meminta kepolisian di daerah berkoordinasi dengan rumah sakit jiwa di wilayah masing-masing.
Polisi akan meminta data pasien jiwa di rumah sakit tersebut dan mencari tahu kondisinya saat ini. Menurut Ari, data tersebut akan menjadi kajian polisi dalam rangka tindaklanjut pengamanan.
"Ke RSJ minta data orang gila untuk mengikuti sudah sampai rumah belum. Jangan-jangan dipakai buat menyerang," kata Ari.
(Baca juga: Polisi Tetap Proses Hukum Pelaku Penyerangan yang Diduga Orang Gila)
Ari memastikan bahwa jajaran reserse akan mengusut tuntas sejumlah kasus penyerangan terhadap pemuka agama yang terjadi hampir berbarengan.
Sejumlah pihak khawatir pelaku berdalih gila atau polisi sengaja menganggap pelaku gila agar kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan. Namun, Ari memastikan bahwa para pelaku akan dibawa hingga ke pengadilan.
"Begitu ada peristiwa itu, saya minta seluruh direktur reserse tetap penyelidikan sebagaimana mestinya," kata Ari.
Polisi tetap mengusut kasus tersebut selama belum dapat dibuktikan pelaku benar-benar orang gila. Namun, polisi masih perlu pendalaman secara medis untuk membuktikan dugaan tersebut.
"Untuk observasi orang ini kondisi jiwanya apa, paling tidak makan waktu dua minggu untuk tahu dia sakit jiwa. Tapi kalau kasat mata bahwa orang ini tidak normal," ujar Ari.
(Baca juga: Banyak Penyerangan Pemuka Agama, Puan Minta Pemda Rawat Orang Gila)
Menurut Ari, nantinya pengadilan yang berhak memutuskan apakah pelaku bisa dihukum karena memiliki gangguan kejiwaan.
Dalam sidang juga akan didengar keterangan ahli dan psikiater untuk menilai kondisi kejiwaan pelaku.
Menurut dia, bisa saja pelaku berpura-pura gila agar tak mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Bisa juga pelaku dipaksa gila, yakni dengan mencampurkan makanan atau minuman dengan zat tertentu sehingga bertindak kriminal.
"Nanti hakim yang akan menentukan dia bisa pertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak dalam penganiayaan atau pengrusakan," kata Ari.