Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Apa di Balik Keengganan Jokowi Tanda Tangani UU MD3?

Kompas.com - 21/02/2018, 10:42 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keengganan Presiden Joko Widodo menandatangani pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau MD3 yang baru saja disahkan DPR RI, menuai tanda tanya.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, Presiden enggan menandatangani pengesahan UU MD3 sebagai bentuk protes terhadap pasal-pasal yang menuai kontroversi publik.

Pasal yang dimaksud soal penghinaan terhadap parlemen, pasal tentang memberikan wewenang kepada Polri untuk menghadirkan seseorang dalam rapat DPR, hingga pasal izin Presiden dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap anggota DPR yang tersangkut persoalan hukum.

Pertanyaannya, mengapa kini pemerintah "balik badan"? Padahal, UU merupakan produk bersama yang dibahas DPR dan pemerintah.  

Yasonna tidak lapor Presiden

Yasonna mengaku, tidak melaporkan dinamika yang terjadi saat pembahasan UU MD3 kepada Presiden Jokowi.

Akhirnya, DPR mengesahkan UU MD3 itu melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Senin (12/2/2018).

"Waktunya itu kan sangat padat, jadi baru tadi (Selasa kemarin) saya melaporkan," ujar Yasonna saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (20/2/2018).

Namun, Yasonna membantah Presiden Jokowi marah karena tidak mendapatkan laporan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna LaolyFabian Januarius Kuwado Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly

Yasonna menjelaskan, substansi UU MD3 sebenarnya mengatur internal para wakil rakyat sehingga peran pemerintah lebih pada menjaga agar undang-undang itu tidak merugikan masyarakat.

"Saya dan Pak Presiden lebih ke diskusi. Enggak (marah) lah. Kami jelaskan saja kepada Pak Presiden bahwa ini (UU MD3) kan lebih berkaitannya dengan rumah tangga di DPR dan lainnya," ujar Yasonna.

Meski substansi UU MD3 lebih mengatur internal para wakil rakyat, Yasonna mengatakan, pemerintah berdebat panjang dan alot untuk menjaga agar undang-undang tersebut tidak merugikan masyarakat.

Apalagi, awalnya pemerintah hanya mengajukan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) soal penambahan kursi pimpinan DPR.

Baca juga : Yasonna Sebut Jokowi Mungkin Tidak Akan Tandatangani UU MD3

Namun, dalam perjalananya, para wakil rakyat menambah sejumlah pasal yang saat ini menuai kontroversi.

Yasonna mengatakan, misalnya soal memberikan wewenang kepada Polri untuk menghadirkan seseorang dalam rapat DPR pada Pasal 73 UU MD3.

Saat pembahasan revisi UU MD3, pemerintah mendorong perlunya dibuat aturan teknis mengenai hal itu. Sebab, pemanggilan paksa seseorang dalam rapat DPR RI sebenarnya sudah tertuang pada UU MD3 sebelu revisi.

"Pemanggilan paksa kan sudah ada di undang-undang yang sebelumnya, hanya tinggal mengatur ketentuan bagaimana itu dilakukan melalui peraturan Kapolri, itu saja," ujar Yasonna.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com