Pengundian nomor urut dilakukan di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Minggu (18/2/2018).
Saat pengundian, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendapat nomor urut 1. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tersenyum lebar saat tahu partainya mendapat nomor urut wahid.
Sejarah PKB
Berdirinya PKB berawal dari lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998. Peristiwa ini menandai lahirnya era reformasi di Indonesia.
Baca juga: Senyum Lebar Cak Imin Saat PKB Dapat Nomor Urut 1
Sehari setelah peristiwa bersejarah itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendapatkan usulan dari para warga NU di seluruh pelosok Tanah Air. Salah satunya agar PBNU membentuk parpol.
PBNU menanggapi usul tersebut secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa hasil Muktamar Ke-27 NU di Situbondo yang menetapkan bahwa secara organisatoris, NU tidak terkait dengan parpol mana pun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis.
Banyak pihak dengan tidak sabar, bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat, antara lain Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah tanggal 3 Juni 1998. Forum ini menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas memenuhi aspirasi warga NU.
Baca juga: Cak Imin: Kader PKB Ingin Saya Jadi Cawapres Jokowi
Tim Lima diketuai KH Ma'ruf Amin dan beranggotakan KH M Dawam Anwar, KH Said Aqil Siroj, HM Rozy Munir, dan Ahmad Bagdja.
Selain itu, dibentuk pula Tim Asistensi yang diketuai Arifin Djunaedi dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, HM Fachri Thaha Ma'ruf, H Abdul Aziz, H Andi Muarli Sunrawa, HM Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar.
Tim tersebut bertugas membantu Tim Lima, terutama untuk mengiventarisasi dan merangkum usulan warga NU yang ingin membentuk parpol baru.
Inisiator pembentukan parpol bagi warga NU, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, prihatin bahwa kelompok-kelompok NU ingin mendirikan partai politik NU.
Menurut dia, hal itu terkesan mengaitkan agama dan politik partai.
Pada akhir Juni 1998, sikap Gus Dur mengendur dan bersedia menginisiasi kelahiran parpol berbasis ahlussunnah wal jamaah.
Keinginan Gus Dur diperkuat dukungan deklarator lainnya, yaitu KH Munasir Ali, KH Ilyas Ruchiyat, KH A Mustofa Bisri, dan KH A Muchith Muzadi.
Proses selanjutnya, penentuan nama partai disahkan melalui hasil musyawarah Tim Asistensi Lajnah, Tim Lajnah, Tim NU, Tim Asistensi NU, Perwakilan Wilayah, para tokoh pesantren, dan tokoh masyarakat.