Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempertanyakan Konsistensi DPR soal Pasal Penghinaan...

Kompas.com - 15/02/2018, 20:35 WIB
Yoga Sukmana,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak pasal penghinaan presiden dan wakil presiden "dihidupkan kembali" dan masuk dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), kritik tajam mengalir deras ke pemerintah.

Kritik itu bahkan datang dari Komplek Parlemen di Senayan, Jakarta. Dua Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah, sejak awal menolak keras adanya pasal penghinaan presiden dan wapres, lantaran dinilai akan membunuh demokrasi.

Namun, kini justru konsistensi DPR dipertanyakan pasca-pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Sebab, di dalamnya terdapat pasal penghinaan DPR dan pribadi anggotanya.

Pasal 122 huruf k dalam UU MD3 yang baru disahkan dinilai membuat DPR dan anggotanya semakin sulit dijangkau oleh suara kritis publik.

Sebab, ketentuan itu membuka peluang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memidana siapa saja yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

(Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden Dianggap Bisa Jadi Alat Memukul Lawan Politik)

Menanggapi hal itu, pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Junaedi menilai, DPR sudah menggunakan kewenangannya untuk membuat aturan yang memproteksi dirinya sendiri.

"Membuat aturan untuk kepentingannya, tetapi bukan untuk politik hukum yang lebih besar," ujar Junaedi di Jakarta, Kamis (15/2/2018).

Tak hanya Junaedi, pengamat politik Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti juga mempertanyakan sikap anggota DPR yang awalnya menolak keras pasal penghinaan presiden dan wapres, namun menerima dengan lapang dada saat pasal itu berlaku untuk dirinya.

(Baca juga: Yasonna Bantah Pasal Penghinaan Presiden Pesanan Jokowi)

Suasana sidang Paripurna DPR yang tidak dihadiri ratusan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8). Sebanyak 252 anggota DPR tidak hadir dalam sidang paripurna ini. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/17.M Agung Rajasa Suasana sidang Paripurna DPR yang tidak dihadiri ratusan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8). Sebanyak 252 anggota DPR tidak hadir dalam sidang paripurna ini. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/17.
Sebagai pengingat, Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2016, membatalkan pasal penghinaan presiden dan wapres dengan alasan bertentangan dengan semangat demokrasi.

Ray melanjutkan, sebenarnya, pasal penghinaan ini menandakan kembali hidupnya aturan penghinaan peninggalan Belanda yang disebut Haatzaai artikelen. Namun, dilihat dari sejarahnya, pasal itu berlaku untuk simbol negara.

"Ini kok tiba-tiba anggota DPR menganggap mereka sebagai simbol negara yang harus dilindungi," ucap Ray.

(Baca juga: Fahri Hamzah: Sama Saja Presiden Menganggap Dirinya Penjajah)

Sebelumnya, analisis politik Exposit Strategic Arif Susanto menilai, seharusnya para anggora DPR tidak menjadi antikritik. Bahkan, kalaupun diperolok oleh publik, hal itu bisa dijawab secara elegan.

"Kalau (DPR) enggak mau diolok-olok, gampang, kerja yang benar. Itu akan menjadi jawaban terbaik dari semua olok-olok yang ada," ujar Arief dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (13/2/2018).

Menurut Arif, kritik dan olok-olok publik kepada DPR bisa jadi bersumber dari anggota DPR itu sendiri. Menurut dia, kritik merupakan konsekuensi logis terhadap figur yang dikenal oleh publik.

Kompas TV Sufmi Ahmad Dasco menjelaskan hal itu merupakan kewenangan tambahan bagi MKD. Selanjutnya proses hukum bagi penghina anggota DPR akan diserahkan ke polisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com