Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes Kartini Kendeng dan Keberpihakan Pemerintah kepada Para Pemodal

Kompas.com - 13/02/2018, 07:59 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan petani perempuan asal kawasan Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, kembali menggelar aksi protes di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018).

Mereka menggotong lesung dari Tugu Tani ke depan Istana Merdeka kemudian menabuhnya secara bergantian.

Lima petani memukul-mukul lesung dengan tongkat. Sementara satu orang menembangkan lagu dengan syair berbahasa Jawa dan tiga orang petani lainnya berdiri sambil mengibarkan bendera Merah Putih.

Sembilan petani perempuan itu dikenal sebagai sebutan Kartini dari Pegunungan Kendeng.

Gunretno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) mengatakan, aksi protes yang dilakukan Sembilan Kartini Kendeng itu menunjukkan selama ini kebijakan pemerintah belum berpihak pada para petani. Pemerintah saat ini dinilai lebih berpihak pada para pemodal.

"Hal itu terbukti dengan banyaknya lahan-lahan pertanian yang produktif dijadikan pertambangan," ujar Gunretno seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (12/2/2018).

Gunretno menuturkan, pada 2 Agustus 2016 silam, saat bertemu sedulur petani Kendeng di Istana, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di sepanjang Pegunungan Kendeng Utara.

(Baca juga: Ada Kuliah Lapangan soal Kendeng di Seberang Istana)

Kawasan Pegunungan Kendeng Utara meliputi Kabupaten Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Rembang, Blora, Grobogan dan Pati.

Dalam keputusan tersebut, kata Gunretno, Presiden juga meminta selama proses KLHS berlangsung, tidak boleh ada izin pertambangan baru yang keluar.

Artinya, semua proses pertambangan batu kapur dan aktivitas produksi yang sedang berlangsung harus dihentikan.

"Dan KLHS harus dilakukan secara terbuka serta melibatkan rakyat secara aktif," kata Gunretno.

 

 

Bertentangan

 

Yang terjadi di lapangan sangat bertentangan dengan mandat Presiden Joko Widodo. Menurut Gunretno, izin baru telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah, proses penambangan batu kapur terus berjalan dan aktivitas produksi pabrik semen di Rembang juga terus berlangsung.

(Baca juga: Tenda Protes Petani Kendeng Berdiri di Seberang Istana Kepresidenan)

Belasan petani asal kawasan Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, menggelar aksi protes terkait keberadaan pabrik semen di atas sumber mata pencaharian mereka.  Warga Kendeng yang sebagian besar terdiri dari kaum perempuan itu mendirikan tenda beratapkan terpal berwarna biru di seberang Istana Kepresidenan, tepatnya di silang barat Monas, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2017).KOMPAS.com/Kristian Erdianto Belasan petani asal kawasan Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, menggelar aksi protes terkait keberadaan pabrik semen di atas sumber mata pencaharian mereka. Warga Kendeng yang sebagian besar terdiri dari kaum perempuan itu mendirikan tenda beratapkan terpal berwarna biru di seberang Istana Kepresidenan, tepatnya di silang barat Monas, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2017).

Kemudian, saat hasil KLHS tahap pertama diumumkan pada tanggal 12 April 2017, pemerintah daerah tidak menjalankan hasil rekomendasi tersebut.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, lanjut Gunretno, justru meminta Badan Geologi dari ESDM agar melakukan kajian lagi di lapangan.

Dalam proses tersebut, keterlibatan masyarakat JM-PPK hanya dijadikan legitimasi temuan hasil kajian Badan Geologi yabg diolah tanpa ada keterlibatan masyarakat.

"Padahal data-data masyarakat sudah diserahkan ke Badan Geologi, cara ini menunjukkan Badan Geologi dalam melibatkan masyarakat hanya untuk kepentingan formal," tuturnya.

Melalui aksi protes itu, petani Kendeng meminta Presiden Jokowi setia dengan mandatnya serta mengumumkan dan menjalankan hasil KLHS.

Gunretno menegaskan bahwa dengan menolak keberadaan pabrik semen bukan berarti petani Kendeng anti-pembangunan. Justru petani Kendeng berupaya menjaga marwah pembangunan agar tetap berjalan tanpa merusak keseimbangan ekosistem.

(Baca juga: Warga Kendeng Minta Gubernur Jateng Hentikan Izin Pabrik Semen di Pati)

Pembangunan yang berkeadilan sosial dan tidak memberangus masyarakat lokal hanya demi kepentingan investasi yang jauh dari kata menyejahterakan rakyat.

"Sudah banyak pelajaran nyata yang dialami rakyat di daerah-daerah tambang terutama di daerah karst. Justru mereka menjadi 'dimiskinkan' karena kehilangan jati diri sebagai petani," ungkap Gunretno.

 

Mengecor kaki

 

Aksi protes dengan menabuh lesung di depan Istana Merdeka bukanlah aksi pertama yang dilakukan oleh Kartini Kendeng.

Pada Senin (13/3/2017) lalu, petani Kendeng melakukan unjuk rasa mengecor kaki dengan semen di depan Istana Negara. Aksi tersebut terus berlangsung selama lima hari dan jumlahnya bertambah.

Pada hari kelima aksi protes, Jumat (17/3/2017), jumlah petani yang menyemen kakinya mencapai 50 orang. Aksi yang sama pernah dilakukan oleh sembilan petani perempuan di depan Istana Negara pada April 2016.

Para petani Kendeng itu memprotes izin lingkungan baru yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Dengan terbitnya izin tersebut, kegiatan penambangan karst PT Semen Indonesia di Rembang masih tetap berjalan.

Mereka pun meminta Presiden Jokowi segera mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia yang dikeluarkan oleh Ganjar dan menghentikan kegiatan penambangan karst oleh pabrik semen yang dinilai merusak lingkungan.

(Baca juga: KLHS Kendeng Rampung, tetapi Belum Bisa Umumkan)

Petani dari kawasan Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, kembali melakukan aksi protes dengan menggelar aksi mencor kaki dengan semen di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (13/3/2017). Aksi tersebut mereka lakukan sebagai bentuk protes terhadap izin lingkungan baru bagi PT Semen Indonesia yang diteken Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Petani dari kawasan Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, kembali melakukan aksi protes dengan menggelar aksi mencor kaki dengan semen di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (13/3/2017). Aksi tersebut mereka lakukan sebagai bentuk protes terhadap izin lingkungan baru bagi PT Semen Indonesia yang diteken Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

 

Sumber air

Peneliti kawasan karst dari Masyarakat Speleologi Indonesia, Rodhial Falah, mengatakan, kawasan yang menjadi lokasi berdirinya Pabrik PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, merupakan kawasan perbukitan batu kapur yang dikenal sebagai Gunung Watuputih.

Kawasan ini secara hukum telah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Geologi melalui Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang Kabupaten Rembang Nomor 14 tahun 2011.

Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 2011, Gunung Watuputih ditetapkan sebagai salah satu Cekungan Air Tanah (CAT) yang harus dilindungi.

"Kawasan yang diincar adalah kawasan perbukitan batu kapur yang dikenal masyarakat setempat sebagai Gunung Watuputih. Ironisnya, kawasan ini secara hukum telah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Geologi," ujar Rodhial.

Rodhial menjelaskan, Gunung Watuputih tersusun oleh batu gamping yang telah mengalami proses karstifikasi, yakni proses pelarutan lebih lanjut oleh air hujan selama ribuan tahun menjadi kawasan karst.

(Baca juga: Fadli Zon: Soal Kendeng, Presiden Jangan Buang Badan)

Batu gamping yang telah berproses menjadi kawasan karst memiliki fungsi sebagai kawasan resapan air dan akuifer atau penyimpan air. Air hujan yang turun ke wilayah tersebut akan lebih banyak terserap oleh batu gamping daripada menjadi aliran permukaan.

Wilayah yang akan dijadikan lokasi penambangan semen oleh PT. Semen Indonesia di Rembang mampu menyerap air hujan sebesar 40-80 persen. Persentase itu, kata Rodhial, merupakan indikasi bahwa proses karstifikasi kawasan tersebut bernilai sedang-tinggi.

Sebagai kawasan resapan air, lokasi penambangan semen di Gunung Watuputih memberikan kontribusi yang signifikan bagi dua mata air, yaitu mata air Brubulan dan mata air Sumber Semen.

Dalam dokumen AMDAL PT Semen Indonesia yang dipaparkan oleh Rodhial, lokasi izin usaha penambangan (IUP) merupakan 40 persen dari tangkapan mata air Brubulan.

(Baca juga: Soal Polemik Kendeng, Ketua MPR Minta Pemerintah Berpihak pada Petani)

Presiden Joko Widodo menerima kelompok Kartini Kendeng di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/8/2016). Ihsanuddin Presiden Joko Widodo menerima kelompok Kartini Kendeng di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/8/2016).

Sementara itu, rencana penambangan batu gamping yang akan dilakukan hingga kedalaman 270-350 meter dapat dipastikan menghilangkan lapisan epikarst yang merupakan simpanan air terbesar di kawasan karst.

Hasil uji bahan perunut (water tracing) yang dilepaskan di lokasi calon tambang batu gamping menunjukkan ada keterkaitan sistem hidrologi mata Brubulan dengan lokasi tambang yang berjarak empat kilometer.

"Jika daerah tangkapan 40 persen itu dikupas dan dipotong, tentu hal ini akan mempengaruhi debit mata air Brubulan yang merupakan mata air vital bagi masyarakat untuk mandi, mencuci dan irigasi," ucap Rodhial.

Hal senada juga pernah diungkapkan oleh mantan Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron. Dia mengatakan peningkatan konsumsi semen tentu akan memerlukan tambahan kapasitas produksi dengan membangun pabrik-pabrik semen baru.

Namun, pembangunan tersebut juga berpotensi mengancam keberlanjutan fungsi kawasan karst (kapur) dan pelanggaran HAM masyarakat sekitar.

Kompas TV Petani asal Kendeng, Jawa Tengah, kembali berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Tepuk Tangan Bergema

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Tepuk Tangan Bergema

Nasional
Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian Akibat Stroke Capai 330 Ribu

Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian Akibat Stroke Capai 330 Ribu

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Nasional
KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

Nasional
PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

Nasional
Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Nasional
AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

Nasional
Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Nasional
Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Nasional
Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

Nasional
Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Nasional
Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Nasional
Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com