JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dijadwalkan berkunjung ke Kabul, Afghanistan pada 28 Februari mendatang.
Kalla datang ke Afganistan memenuhi undangan kehormatan High Peace Council Afghanistan. Ini sama seperti yang dilakukan Presiden Jokowi bulan lalu.
"Ini merupakan suatu kesinambungan, kontinyuasi dari pembahasan mengenai pembahasan peace building dan peace process-nya itu sendiri," ujar Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Afghanistan sendiri mengapresiasi kontribusi Indonesia selama ini dalam proses perdamaian di negara yang porak-poranda, terutama pasca-invasi militer Amerika Serikat tersebut.
"Mereka sangat mengapresiasi komitmen Indonesia, kerja keras, bahwa kita serius, dan setelah kita melakukan sounding mereka juga dapat diterima oleh semua pihak," kata dia.
(Baca juga: Jokowi di Afghanistan dan Bayang-Bayang Ledakan Bom Kabul)
Apalagi, hubungan kedua negara telah terbangun lama, sejak Indonesia berdiri yakni pada era Presiden pertama RI, Soekarno.
"Mereka mengatakan hubungan kita sejak lama, dari sejak awal berdirinya negara kita sudah berhubungan," kata Retno.
"Tetapi, this time, ada sesuatu hubungan yang baru dengan komitmen Indonesia, dengan keseriusan Indonesia membantu mereka," ujar dia.
Afghanistan pun menganggap upaya Indonesia tersebut, termasuk kunjungan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, telah memberikan harapan baru bagi perdamaian di Afghanistan.
"Ini menurut mereka, mereka yang menyampaikan. Para ulama di Afghanistan juga mengharapkan bahwa dapat terjadi perdamaian di Afghanistan," kata dia.
"Pak Wapres tadi mengatakan bahwa perdamaian itu merupakan hal yang utama sebelum melakukan yang lain. Jadi sebelum pembangunan ekonomi dan sebagainya perdamaian dulu," tutur Retno.
(Baca juga: Presiden Sampaikan Dukacita atas Serangan Bom di Afghanistan)
Indonesia sendiri berencana untuk memberikan pelatihan peningkatan kapasitas (capacity building), beasiswa (scholarship), hingga kerja sama bisnis kepada Afghanistan.
"Bisnis misalkan, mereka belajar tentang standarisasi bagaimana satu produk itu bisa laku jual diekspor dan sebagainya. Mereka itu adalah negara dengan potensi yang besar tetapi karena gangguan-gangguan itu belum bisa," ucap dia.
"Mereka juga ingin mengajak investor untuk Indonesia untuk masuk ke sana. Kita sudah mulai masuk dengan salah satu BUMN. Kalau ini berhasil maka ini mengirimkan pesan bahwa berbisnis dengan Afghanistan itu juga mungkin," tuturnya.