Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Duga Buron Kasus Kondensat di Singapura dengan Identitas Lain

Kompas.com - 09/02/2018, 07:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris NCB-Interpol Indonesia Brigjen Pol Napoleon Bonaparte mengatakan, belakangan ini pihaknya memberikan reminder letter atau surat pengingat terkait red notice yang dikeluarkan untuk mencari mantan Presiden Direktur PT TPPI Honggo Wendratmo.

Satu-satunya negara yang memberi respons adalah Singapura. Di samping itu, Honggo juga terakhir terdeteksi melintasi imigrasi Singapura.

Namun, kata dia, Singapura sudah melakukan upaya pencarian Honggo di negaranya dan hasilnya nihil. Napoleon menduga Honggo menggunakan identitas lain untuk bersembunyi.

"Kami mendeteksi siapa tahu ada di sana (Singapura) dengan identitas lain," ujar Napoleon di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/2/2018).

(Baca juga: Polisi Duga Buron Kasus Kondensat Gunakan Paspor atas Nama Orang Lain)

Diduga Honggo memiliki nama alias yang dia pakai untuk bepergian ke luar negeri atau menghindari kejaran polisi. Napoleon mengatakan, kepolisian bekerja sama dengan Imigrasi setempat untuk menggunakan teknologi pengenalan wajah.

"Penggabungan teknologi komunikasi antara Interpol dengan sistem informasi imigrasi yaitu BCM," kata Napoleon.

Dengan demikian, meski identitasnya berganti, biometrik wajah tetap bisa dikenali.

"Artinya untuk mewaspadai kalau ada identitas atau nama lain, dengan deteksi wajah bisa kita lakukan," ujar dia.

(Baca juga: Singapura Nyatakan Tersangka Kasus Korupsi Kondensat Tak Ada di Wilayahnya)

Honggo terakhir kali diketahui berada di Singapura untuk operasi jantung. Namun, Honggo sudah keluar dari rumah sakit sejak 2016. Kepolisian sudah mendapatkan data Hinggo saat menjadi pasien sebagai informasi tambahan.

Honggo merupakan tersangka dugaan korupsi dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT TPPI yang sudah diusut sejak 2015. Kejaksaan Agung telah menyatakan berkas perkara lengkap, namun terhambat melimpahkannya ke kejaksaan agung karena absennya Honggi.

Dalam kasus ini, polisi memisahkan berkas perkara menjadi dua. Berkas pertama terdiri dari dua tersangka, yaitu mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono. Sementara berkas kedua untuk tersangka Honggo Wendratmo.

Korupsi itu melibatkan SKK Migas (dulu bernama BP Migas), PT TPPI dan Kementerian ESDM. Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana.

Pertama, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. TPPI justru menjualnya ke perusahaan lain.

(Baca juga: Kerugian Kasus Kondensat Capai Rp 35 Triliun, Terbesar untuk Penyelamatan Uang Negara)

Penyidik juga menemukan bahwa meski kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, namun PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.

Komitmen awal kontrak kerja mereka adalah memproduksi bahan bakar untuk dijual Pertamina. Namun, PT TPPI mengolahnya menjadi LPG.

Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com