JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan bersyukur, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengakui legalitas hak angket yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kami sudah membuat tinta sejarah. Mengingatkan kepada seluruh elemen bangsa bahwa ada permasalahan yang terjadi pada diri KPK yang harus kita semua perbaiki," kata Arteria seusai menghadiri sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Arteria berharap, dengan adanya putusan MK ini, panitia khusus hak angket KPK tak lagi diserang dan dianggap hendak melemahkan KPK. Ia menegaskan bahwa pansus angket dibentuk murni untuk memperbaiki kinerja KPK.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Hak Angket KPK, 4 Hakim Beda Pendapat
"Sepuluh bulan ini kita dibuat gaduh. DPR selalu di-bully. 'DPR ini kerjanya mencari-cari kesalahkan KPK, DPR ilegal, DPR melemahkan KPK.' Tapi alhamdulillah putusan MK telah mengatakan demikian," kata dia, yang juga anggota pansus angket KPK.
Arteria mengatakan, pansus akan segera mengirimkan hasil rekomendasi akhir ke KPK. Ia memastikan putusan MK ini tak akan mengubah hasil rekomendasi yang sudah dibuat.
"Sudah kita buat dalam 247 halaman, mudah-mudahan enggak berubah lagi. Yang terakhir kesimpulan dan rekomendasi. Mudah-mudahan itu semua bisa dipakai ditindaklanjuti oleh KPK untuk pembenahan ke depan, ke arah yang lebih baik lagi," kata Arteria.
MK sebelumnya menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hak angket KPK. Dengan putusan ini, MK menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah.
Baca juga: Tolak Gugatan Pegawai KPK, MK Nyatakan Hak Angket Sah
"Menolak permohonan para pemohon," kata Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Dalam uji materi ini, pegawai KPK menilai pembentukan hak angket tak sesuai dengan Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Para pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai obyek hak angket oleh DPR.
Namun, dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga penunjang yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif.
"KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif, yakni penyidikan dan penuntutan," kata Arief.