JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqulhadi mengatakan, pihaknya tak akan gegabah jika hak angket muncul di kemudian hari.
Hal itu disampaikan Taufiq menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasukan KPK sebagai objek hak angket DPR.
"Kami kerja bukan atas dasar dendam, atau personal. Bekerja itu adalah bukan atas dasar personal dan kemudian parsial," kata Taufiq saat dihubungi, Kamis (8/2/2018).
Ia pun menyatakan DPR akan memperlakukan KPK sebagaimana penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan.
Ia juga mengatakan tak ada keinginan dari DPR untuk membentuk Pansus Angket KPK kembali.
"Menurut saya tak ada lagi keinginan untuk membentuk Pansus Angket. Kenapa? Karena anggota DPR sudah sibuk sendiri dengan perosalan lain terutama berkaitan dengan pemilu legislatif dan presiden pada 2019. Mungkin sudah ke sana. Menurut saya tidak," lanjut dia.
(Baca juga: Setelah Putusan MK, Akankah KPK Penuhi Panggilan Pansus Angket DPR?)
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hak angket KPK.
Dengan putusan ini, MK menyatakan hak angket KPK yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat adalah sah.
"Menolak permohonan para pemohon," kata Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Dalam uji materi ini, pegawai menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Para Pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pelaksana hak angket oleh DPR.
Namun, dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga penunjang pemerintah yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif.
"KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif yakni penyidikan dan penuntutan," kata Arief.
"DPR berhak meminta tanggung jawab KPK," tambah dia.