JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Mojokerto Masud Yunus mengaku dicecar penyidik KPK soal komitmen fee terkait kasus dugaan suap terhadap pimpinan DPRD Kota Mojokerto.
Suap itu diduga agar DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai Rp 13 Miliar.
"Soal apaan namanya, soal komitmen fee," kata Masud, selesai diperiksa KPK, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Masud hari ini lebih dari enam jam berada KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus tersebut. Pemeriksaannya sebagai tersangka merupakan yang ketiga kalinnya.
Dia mengungkapkan, kasus suap ini melibatkan pihak eksekutif dan legislatif kota Mojokerto.
"Ya dari eksekutif ke legislatif, kan saya sudah tersangka gitu," ujar Masud.
(Baca juga: Alasan KPK Belum Tahan Wali Kota Mojokerto meski Sudah Jadi Tersangka)
Dalam kasus ini, Masud diduga ikut terlibat bersama-sama melakukan penyuapan terhadap pimpinan DPRD Kota Mojokerto.
Masud menjadi tersangka kelima dalam kasus ini. Empat tersangka lain yaitu Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq, dan Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto, Wiwiet Febryanto.
KPK menduga Masud bersama-sama Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto, Wiwiet Febryanto, memberikan suap berupa hadiah atau janji terhadap pimpinan DPRD Kota Mojokerto.
Suap itu diduga agar DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai Rp 13 Miliar.