JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu meminta pemerintah tidak mencampuri pembayaran zakat aparatur sipil negara (ASN) sebagaimana yang tengah diwacanakan.
Apalagi, menurut dia, hal itu tidak memiliki landasan yuridis dan sosiologis yang tepat bagi umat Islam di Indonesia.
"Prinsip Indonesia sebagai negara hukum, norma agama tidak bisa dijadikan rujukan dalam bernegara selama belum menjadi hukum positif," kata Khatibul dalam keterangan tertulis, Rabu (7/2/2018).
Ia menyadari saat ini ada aturan yang mengatur tentang zakat yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat serta berbagai aturan turunan lainnya.
Namun, Khatibul mengatakan bahwa regulasi tersebut sama sekali tidak memberi kewenangan pemerintah untuk memotong gaji PNS bagi keperluan zakat.
(Baca: Pemerintah Siapkan Perpres Atur Zakat ASN)
Selain itu, ia menilai ada kendala lain bagi pemerintah jika hendak menarik zakat langsung dari gaji ASN. Sebab, besaran zakat masing-masing ASN akan berbeda karena waktu pengangkatan mereka juga berbeda.
Padahal besaran zakat penghasilan dihitung sejak seseorang pertama kali memperoleh penghasilan dan diakumulasi dalam waktu setahun.
"Sebaiknya, pemerintah tidak perlu mengatur persoalan zakat penghasilan PNS Muslim, apalagi dengan menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan khusus. Lebih baik persoalan zakat profesi ASN diserahkan pada masing-masing individu yang telah memenuhi syarat syariat," ujar Khatibul.
"Sebaiknya, pemerintah fokus saja melakukan reformasi birokrasi melalui perubahan mental ASN agar melayani rakyat dengan sebaik-baiknya, bukan membebani mereka," kata dia.
(Baca juga: Perpres Zakat bagi ASN Bersifat Imbauan, Bukan Paksaan)