Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Akan Revisi Permendagri Soal Aturan Penelitian

Kompas.com - 06/02/2018, 22:56 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Soedarmo mengatakan pihaknya akan merevisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian (SKP).

Sebab muncul polemik di publik atas tujuan Permendagri tersebut.

Di mana tujuan diterbitkannya SKP itu sendiri sebagai bentuk tertib administrasi dan pengendalian pelaksanaan penelitian dalam rangka kewaspadaan terhadap dampak negatif yang diperkirakan akan timbul dari proses penelitian.

"Saya pikir betul juga itu. Jadi mungkin kekurangan dalam Permendagri itu, ukuran-ukuran dampak negatif belum ada. Kalau memang itu masukan yang positif ya kita bisa akomodir itu," terang Soedarmo di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Soedarmo berkata, ukuran dampak negatif itu akan dirinci dengan betul dan seksama agar tak lagi menimbulkan pertentangan dengan khalayak.

(Baca juga: Ini Isi Permendagri Soal Aturan Penelitian yang Tuai Kritik Publik)

“Memang harus ada ukuran-ukuran yang masuk dalam dampak negatif seperti apa. Ini kan kurang jelas, kurang detil. Enggak apa-apa. Ini kan sifatnya bukan baku. Kan masih bisa direvisi,” kata dia.

Meski direvisi, obyek penelitian takkan dibatasi.

“Enggak ada. Substansi penelitian tergantung dari peneliti itu sendiri. Enggak ada pembatasan di situ. Apapun mereka yang diingingkan para peneliti. Prinsipnya gak ada yang kita batasi,” kata Soedarmo. 

Lalu kapan akan direvisi, Soedarmo mengatakan pihaknya akan terlebih dulu menunggu masukan dari berbagai pihak.

“Kalau memang masih ada yang beri masukan, kita terima dan akomodir sepanjang itu masukan yang positif. Persoalan dampak negatif itu saja yang kita revisi. Ini pasti direvisi. Bisa dhilangkan dampak negatifnya atau dirinci,” kata dia.

(Baca juga: Kemendagri Klaim Aturan Soal Penelitian Permudah Para Peneliti)

“Nanti kita undang para peneliti yang ada. Saya sudah sampaikan juga kepada pak Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo). Kita mau rencana Kamis nanti. Untuk beri masukan-masukan yang konstruktif terkaitPermendagri ini,” tambahnya.

Jika tak direvisi, kata Soedarmo, langkah lain yang bisa ditempuh agar Permendagri itu tak lagi dipersoalkan adalah dengan membuat surat edaran kepada instansi terkait di tingkat pemerintah daerah.

Surat edaran itu nantinya akan menerangkan soal ukuran-ukuran dampak negatif yang dimaksud Permendagri.

“Bisa juga. Lebih simpel itu. Tidak perlu ubah Permendagri tapi diteruskan dengan petunjuk teknisnya. Kalau itu malah 1 hari selesai. Kalau revisi kita kan mungkin mengundang lagi para K/L,” kata dia.

“Jadi nanti sesegera mungkin kita lakukan sosialisasi. Kita undang peneliti dari kampus-kampus, sekaligus disampaikan masalah ini. Ada dua alternatif, kita undang peneliti masukannya seperti apa atau kita pertegas dengan surat edaran. Itu saja,” lanjut Soedarmo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com